KOMPAS.com - Ketua Umum Federasi Panjat Tebing Indonesia, Yenny Wahid, turut berkomentar soal kebijakan karantina pelaku olahraga dari luar negeri.
Menurut Yenny, idealnya para atlet ini tidak perlu menjalani karantina saat hendak mengikuti turnamen di Indonesia.
Sebab, atlet memerlukan latihan untuk menjaga kebugaran tubuh. Apabila karantina dan hanya di dalam kamar, persiapan mereka tentu tidak bisa maksimal.
Yenny kemudian mengusulkan untuk membuat sistem bubble atau gelembung.
Artinya, para atlet dan ofisial tidak diizinkan meninggalkan hotel dan venue pertandingan, tetapi masih bisa berlatih.
Baca juga: Kemenpora Bawa Usulan Diskresi Karantina dari NOC Indonesia ke Rapat Terbatas
"Kalau bisa tidak perlu karantina, tetapi ada sistem bubble. Jadi, mereka tidak boleh keluar dari daerah tersebut. Benar-benar hanya hotel dan tempat latihan," kata Yenny di Artotel Suites Mangkuluhur seusai menghadiri Rapat Komite Olimpiade Indonesi, Kamis (20/1/2022).
"Lalu, dikhawatirkan juga atlet luar bertanya-tanya. Tuan rumah harus karantina juga karena kalau tidak itu bisa jadi keuntungan buat tuan rumah karena sudah latihan 14 hari," ujarnya.
Ketua NOC Indonesia, Raja Sapta Oktohari, menambahkan bahwa sistem bubble merupakan bentuk paling ideal untuk karantina bagi atlet.
"Karena itu yang dilakukan saat Olimpiade, Piala AFF, bahkan bulu tangkis (Indonesia Badminton Festival di Bali)," kata pria yang akrab disapa Okto itu.
"Sampai hari ini mungkin sistem tersebut yang bisa digunakan dan punya referensinya," tutur Raja Sapta Oktohari.
Raja Sapta Oktohari juga sudah mengusulkan diskresi karantina pelaku olahraga dari luar negeri.
Usulan itu disampaikan setelah dia mendengar pengalaman dan masukan dari federasi nasional yang kesulitan menyelenggarakan turnamen internasional di Indonesia karena durasi karantina.
Baca juga: Liga 1 Tetap Kompetitif dan Menyedot Perhatian meski Terapkan Sistem Bubble
Keluhan serupa juga disuarakan atlet, pelatih, dan official yang pulang ke Tanah Air seusai tryout dari luar negeri.
Diskresi adalah berupa kewenangan untuk menjalani karantina dengan kebijakan yang berbeda, seperti sistem gelembung atau bubble.
Okto menjelaskan kebijakan tersebut diperlukan karena keterbatasan akses latihan selama karantina panjang mempengaruhi stamina dan performa para atlet.
"KOI melihat masa karantina sangat berdampak terhadap kebugaran atlet. Kami menerima masukan dari federasi olahraga nasional yang sempat menjalani karantina, akses mereka terbatas dan tidak bisa berlatih optimal. Selain karena tidak boleh keluar kamar, belum tentu di hotel karantina memiliki fasilitas latihan,” ujarnya.
Sementara itu, Menpora Zainudin Amali menerima usulan terkait diskresi karantina.
Ia siap memfasilitasi pertemuan KOI dengan BNPB dan Kementerian Kesehatan untuk mendiskusikan masalah tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.