Oleh: Ani Rachman,Guru SDN No.111/IX Muhajirin, Muaro Jambi, Provinsi Jambi
KOMPAS.com - Upacara perkawinan adat Jawa biasanya menggunakan adat istiadat yang berlaku di Jawa. Perkawinan adat Jawa mempunyai beberapa tahapan yang harus dilaksanakan.
Adapun tahapan-tahapan dalam pelaksanaan upacara perkawinan yang menggunakan adat Jawa, sebagai berikut:
Sebelum upacara pernikahan dilaksanakan, keluarga harus mempersiapkan beberapa hal untuk mendukung kelancaran acara. Salah satu acara yang harus dipersiapkan jauh hari adalah pemaes.
Pemaes merupakan dukun pengantin wanita yang menjadi pemimpin dari acara pernikahan. Pemaes mengurus dandanan dan pakaian pengantin perempuan dan laki-laki.
Selain pemaes, dalam persiapan pernikahan, keluarga juga harus menyiapkan panitia kecil. Panitia terdiri dari teman dekat dan keluarga dari kedua mempelai.
Panitia ini akan mengurusi beberapa keperluan dalam pelaksanaan pernikahan, seperti protokol, makanan dan minuman, musik gamelan dan tarian, dekorasi ruang resepsi, pembawa acara, pidato pembuka, dan lain-lain.
Baca juga: Mengenal Upacara Puputan Adat Jawa
Tarub adalah dekorasi yang menggunakan tumbuhan sebagai bahan utamanya. Tarub dapat terdiri dari pohon pisang, buah pisang, tebu, buah kelapa, dan daun beringin.
Tarub ini dipasang di pintu gerbang dari rumah orangtua pengantin wanita, sehari sebelum pelaksanaan acara pernikahan. Selain Tarub, dipasang juga bleketepe di atas pintu gerbang. Bleketepe adalah semacam tirai yang terbuat dari anyaman daun kelapa.
Dekorasi yang dipasang dalam upacara pernikahan adalah sepasang kembang Mayang kembar. Kembang Mayang yang digunakan sebagai hiasan akan diletakkan di samping kanan dan kiri kursi pelamin.
Kembang Mayang adalah suatu karangan bunga yang terdiri dari sebatang pohon pisang dan daun pohon kelapa (janur) yang dibuat dua buah atau kembar.
Proses siraman yang dilalui oleh pengantin laki-laki dan wanita dilaksanakan di rumah masing-masing. Biasanya siraman ini diadakan pada siang hari, sehari sebelum ijab Kabul atau pernikahan diselenggarakan (H-1).
Pihak yang akan melakukan siraman, yaitu orangtua dan keluarga dekat atau orang yang dituakan.
Jumlah orang yang melakukan siraman biasanya tujuh orang. Air yang digunakan dalam prosesi siraman adalah campuran dari kembang setaman yang disebut banyu perwitosari. Jika memungkinkan air yang digunakan diambil dari tujuh mata air.
Baca juga: Mengenal Upacara Tedak Siten, Tradisi Masyarakat Jawa
Istilah midodareni berasal dari kata widodari yang berarti bidadari atau dewi-dewi. Dengan midodareni, diharapkan pengantin wanita akan berubah seperti seorang bidadari ketika acara pernikahan diadakan.