Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Doweng Bolo
Dosen

Ketua Pusat Studi Pancasila Universitas Katolik Parahyangan

Bung Karno Sang "Parrhesiast" dan Jejak Pancasila di Ende

Kompas.com - 01/08/2022, 10:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ENDE, sebuah kota kecil di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), pernah menjadi tempat “singgah” Bung Karno. Putusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, BC de Jonge, pada 28 Desember 1933 membuat Soekarno yang kala itu berusia 32 tahun menjalani masa pembuangan.

Setelah mengarungi laut dengan KM van Rieebeck selama delapan hari, Soekarno dan istrinya Inggit Garnasih beserta Ratna Djuami (anak angkat), dan Amsi (Ibu mertuanya) tiba di Ende-Flores. Selama empat tahun, tepatnya dari 14 Januari 1934 sampai dengan 18 Oktober 1938 Soekarno dikucilkan di Ende.

Baca juga: 4 Alasan Kenapa Ende disebut Kota Pancasila

Cindy Adams dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia mengambarkan, kala itu penduduk Ende sekitar 5.000 orang. Pekerjaan penduduk itu petani kelapa, nelayan, dan petani biasa.

Apakah Soekarno, menyerah dengan skenario penjajah? Jawabannya, “Tidak”. Soekarno menemukan formasi kematangan tidak hanya ketika di Pulau Jawa, tempatnya tumbuh dan dibentuk secara sosio-kutural. Putra Sang Fajar itu justru kian matang dalam perjuangan kemerdekaan ketika berada di luar wilayah sosio-kultural yang membesarkannya, nun jauh di Ende, Flores.

Bung Karno telah melampaui sekat kultural, agama, warna kulit, bahasa, ras, ekonomi dan sebagainya untuk berjumpa dengan keberagaman di tanah yang berbeda dengan budaya yang membentuknya sejak kecil. Kematangan ini lahir dari keseharian Bung Karno sebagai orang buangan di Ende.

Tulisan ini ingin membaca jejak Soekarno dan Pancasila secara filosofis terutama dengan memakai konsep refleksi parrhesia yang digagas Michel Foucault (1926-1984).

"Parrhesia" Soekarno

Parrhesia merupakan istilah kunci Michel Foucault, filsuf Prancis, tentang persoalan masyarakat. Pada Oktober-November 1983 dalam seminar di University of California Berkeley, Foucault menguraikan maksud pengunaan istilah itu. Dengan kepiawaian membaca teks Yunani Kuno seperti The Phoenician Women, Hyppolytus, Bacchae, Electra, Ion, Orestes, filsuf Foucault menguraikan arti penting parrhesia dalam kehidupan peradaban manusia.

Secara etimologis kata parrhesia berasal dari Bahasa Yunani parrhesiazesthai, yang bisa dirunut pada akar kata pan: segala sesuatu dan rhema: berkaitan dengan perkataan. Karena itu, parrhesia bermakna mengatakan segala sesuatu dengan jujur, apa adanya.

Foucault dalam bukunya Discourse and Truth-The Problematization of Parrhesia menandaskan bahwa dalam parrhesia pembicara menggunakan kebebasannya dan lebih memilih kejujuran daripada persuasi, kebenaran daripada kepalsuan atau diam, risiko mati daripada hidup dan rasa aman, kritik daripada kebohongan, dan keutamaan moral daripada kepentingan diri dan ketakpedulian moral (Michel Foucault:5).

Situasi yang sama bisa dilihat dalam berbagai catatan dan narasi Bung Karno ketika dibuang di Ende. Dia sungguh seorang parrhesiast (seorang yang bicara benar, apa adanya). Dia berbicara dengan siapa saja, para petani, para pastor yang ada di Ende, pedagang dan siapa saja yang dijumpai. Bung Karno merupakan pribadi yang terlibat, dia mengajak orang-orang yang buta huruf untuk bermain sandiwara. Dia melatih mereka, membacakan naskah untuk mereka (karena para pemainnya buta huruf) sebelum mereka bisa menghafal dialog-dialog sandiwara.

Bila di Jawa orang hadir mendengar pidatonya maka di tempat buangan itu dia tak boleh berpidato karena dilarang Belanda. Namun, Soekarno tak menyerah, dengan berani ia berupaya agar api perjuangan tak padam.

Baca juga: Muhammad Yamin dan Soepomo Tidak Mengusulkan Rumusan Pancasila!

Dia juga berteman akrab dengan para misionaris katolik yang sedang bertugas di Flores. Biara Santo Yosep Ende menjadi tempat Soekarno berdiskusi dengan para misionaris Belanda yang mendukung perjuangannya. Di lokasi itu pula, Bung Karno mementaskan 12 karya sandiwaranya bersama kelompok Sandiwara Kelimutu yang didirikannya.

Sang parrhesiast sejati tak hanya sibuk dengan sesuatu yang di luar dirinya. Sang parrhesiat sejati juga menyediakan waktu untuk merenung tentang kedirian sebagai manusia.

"Di Ende yang terpencil dan membosankan itu aku memiliki banyak waktu untuk berpikir. Di depan rumahku tumbuh sebatang pohon kluwih. Berjam-jam lamanya aku duduk bersandar pada pohon itu, memanjatkan harapan dan keinginan…Hanya semangat patriotisme yang menyala-nyala itu yang masih berkobar di dalam dadaku, yang membuat aku terus hidup," kata Soekarno (Cindy Adams:162-3).

Di bawah pohon kluwih itu, Soekarno tak ingin mengusik kesibukan binatang. Sebagaimana dikatakannya, bahwa ketika sekawanan kucing membuat sarang di pohon kluwih dekat rumahnya, ia kemudian mencari tempat baru yang lebih sepi. Sebuah pohon sukun yang menghadap ke laut menjadi favoritnya. Di bawah pohon, dalam kesunyian, Soekarno bersenandika (solilokui) tentang keilahian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Penggunaan In, On, dan At untuk Keterangan Tempat

Penggunaan In, On, dan At untuk Keterangan Tempat

Skola
Bedanya Proper Noun dan Common Noun

Bedanya Proper Noun dan Common Noun

Skola
25 Indefinite Pronouns beserta Contoh Kalimatnya

25 Indefinite Pronouns beserta Contoh Kalimatnya

Skola
Karakteristik Unik Planet Jupiter beserta Penjelasannya

Karakteristik Unik Planet Jupiter beserta Penjelasannya

Skola
Kisah Sunan Giri dalam Menyebarkan Agama Islam di Jawa

Kisah Sunan Giri dalam Menyebarkan Agama Islam di Jawa

Skola
Kisah Sunan Kudus dalam Menyebarkan Agama Islam di Jawa

Kisah Sunan Kudus dalam Menyebarkan Agama Islam di Jawa

Skola
Bagaimana Cara Hewan Berkomunikasi?

Bagaimana Cara Hewan Berkomunikasi?

Skola
Bagaimana Pengertian Sejarah sebagai Kisah?

Bagaimana Pengertian Sejarah sebagai Kisah?

Skola
Perkembangan Ilmu Ekonomi pada Masa Aristoteles

Perkembangan Ilmu Ekonomi pada Masa Aristoteles

Skola
Bagaimana Ciri-ciri Teks Laporan Investigasi?

Bagaimana Ciri-ciri Teks Laporan Investigasi?

Skola
30 Watake Wong dalam Bahasa Jawa

30 Watake Wong dalam Bahasa Jawa

Skola
Tembung Wilangan Saperangan Bahasa Jawa

Tembung Wilangan Saperangan Bahasa Jawa

Skola
6 Silah-silahing Ukara Bahasa Jawa

6 Silah-silahing Ukara Bahasa Jawa

Skola
10 Silah-silahing Tembung Bahasa Jawa

10 Silah-silahing Tembung Bahasa Jawa

Skola
Tembung Padha Tegese Bahasa Jawa

Tembung Padha Tegese Bahasa Jawa

Skola
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com