KOMPAS.com - Ada pengaruh politik yang kuat pada penulisan karya Angkatan 45. Perjuangan memperebutkan kemerdekaan Indonesia berpengaruh juga pada iklim sastra masa itu.
Menurut Andri Wicaksono dalam Pengkajian Prosa Fiksi (2017), pandangan penulisan dalam bentuk karangan tampaknya kurang bebas bila dibandingkan dengan angkatan Pujangga Baru, sedangkan dalam isi, Angkatan 45 bercorak realistis, di mana isi lebih dipentingkan daripada bahasa.
Berikut karya-karya sastra Angkatan 45:
Karya sastra ini merupakan kumpulan syair dari Asrul Sani, Chairil Anwar, dan Rivai Apin. Ketiga penyair tersebut mengungkapkan emosi dan perasaan dengan berbeda-beda.
Namun masing-masing memiliki kesamaan mengenai suasana sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia. Ada puisi yang berkaitan dengan orang terdekat, masyarakat secara umum, bahkan pergulatan batin si penyair.
Baca juga: Struktur Fisik Puisi Karawang Bekasi dan Surat dari Ibu
Sajak ini menggambarkan tentang kematian. Saat menulis sajak ini, Chairil mengungkapkan perasaan duka ketika neneknya meninggal.
Namun bila dibaca oleh pembaca awam tahun 45 tanpa tahu konteksnya, rasa duka tersebut dapat menggambarkan rakyat Indonesia yang gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Novel ini menceritakan perjuangan memperebutkan kemerdekaan berlatar di Surabaya. Imajinasi yang digambarkan oleh Idrus lebih menekankan pada pertempuran dan pertumpahan darah.
Ia menggambarkan pejuang kemerdekaan sebagai koboi dengan pistol di pinggang. Ada kisah saling bunuh yang terkesan seperti aksi terorisme.
Baca juga: Struktur Fisik Puisi Aku dan Hujan Bulan Juni
Karya ini berkaitan erat dengan novel Pramoedya lain, berjudul Di Tepi Kali Bekasi (1951). Kranji Bekasi Jatuh merupakan fragmen yang inti ceritanya sama dengan Di Tepi Kali Bekasi.
Novel ini berkisah tentang perjuangan pemuda-pemuda Indonesia menghadapi pasukan Belanda dan Inggris. Berlatar di front Jakarta Timur pada bulan November 1945.
Drama ini bercerita tentang perjuangan melawan penjajahan Belanda. Sayangnya, sensor dari Jepang membuat ekspresi yang menggambarkan semangat perjuangan dalam drama ini, ditekan sedemikan rupa agar tidak terlalu nampak.
Padahal ada pesan bagus melalui salah satu tokoh dalam drama. Usmar Ismail menggambarkan salah seorang pejuang perempuan, ia menyiratkan bahwa perjuangan memperebutkan kemerdekaan tidak hanya mejadi dominasi kaum laki-laki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.