KOMPAS.com – Selain hambatan dalam bentuk tarif, ada pula hambatan perdagangan internasional dalam bentuk non-tarif. Salah satu bentuk hambatan non-tarif adalah kebijakan kuota.
Dalam buku Perdagangan Internasional (2018) karya Wahono Diphayana, kuota adalah pembatasan terhadap jumlah fisik barang yang masuk (kuota impor) dan keluar (kuota ekspor).
Kebijakan kuota dianggap menghambat karena dianggap tidak adil dan tidak transparan, serta dalam praktiknya seringkali menimbulkan tindakan diskriminasi.
Meskipun begitu, adanya kebijakan kuota bisa juga dimanfaatkan untuk memperbaiki neraca pembayaran yang defisit, serta untuk meningkatkan harga produk.
Baca juga: Teori Permintaan Timbal Balik
Pada dasarnya, proteksi terhadap perdagangan (kebijakan kuota) akan menguntungkan bagi produsen. Namun, disisi lain merugikan bagi konsumen. Ketidakseimbangan antara dua hal tersebut justru akan merugikan perekonomian secara keseluruhan.
Ada jenis kuota, yaitu kuota impor dan kuota ekspor. Penjelasannya sebagai berikut:
Kuota impor dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
Baca juga: Teori Keunggulan Komparatif
Dilansir dari buku Kerja Sama Perdagangan Internasional (2007) karya Bank Indonesia, kuota ekspor atau disebut voluntary export restrain (VER) merupakan pembatasan yang dikenakan pemerintah negara eksportir terhadap kuantitas barang yang diekspor dalam jangka waktu tertentu.
VER muncul sebagai bentuk reaksi terhadap negara importir yang berupaya melindungi diri dari serbuan barang impor dari negara eksportir tertentu.
Misalnya, penerapan VER oleh pemerintahan Jepang pada tahun 1980 terhadap ekspor mobil Jepang ke pasar Amerika Serikat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.