KOMPAS.com - Agresi Militer Belanda II menyebabkan kecaman dari PBB dan Amerika Serikat yang merupakan kekuatan besar dunia.
Dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, Dewan Keamanan PBB menuntut pembebasan kabinet Republik Indonesia, pembentukan surat pemerintahan sementara dan penyerahan kedaulatan secara penuh kepada Indonesia sebelum 1 Juli 1950.
Tuntutan dari PBB dan Amerika Serikat diterima oleh Belanda dan Indonesia dengan mengadakan perjanjian Roem Royyen pada 14 April 1949-7 Mei 1949.
Perjanjian yang dilaksanakan di Hotel Indes Jakarta ini menghasilkan kesepakatan gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda serta pengembalian kekuasaan Ibu Kota Yogyakarta kepada Indonesia.
Selain itu, Belanda juga mengundang Indonesia untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar yang akan digelar pada akhir tahun 1949.
Baca juga: Agresi Militer Belanda II
Pengembalian Ibu Kota Yogyakarta serta bersatunya kembali kekuatan-kekuatan pemerintahan dan militer Republik Indonesia pasca Agresi Militer Belanda II sering disebut sebagai Peristiwa Yogya Kembali.
Pada tanggal 6 Juli 1949, pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta yang sudah ditinggalkan oleh pasukan Belanda sejak akhir bulan Juni 1949.
Soekarno, Hatta, Agus Salim dan jajaran kabinet lainnya tiba di landasan udara Maguwo dari pengasingannya di Bangka.
Setelah itu, rombongan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Syafrudin Prawiranegara juga tiba di Yogyakarta pada 10 Juli 1949. Rombongan pasukan gerilya Jendral Soedirman juga tiba di Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.
Baca juga: Agresi Militer Belanda I