KOMPAS.com - Pada zaman penjajahan Hindia Belanda dan Jepang, rakyat Indonesia mengalami tragedi yang menyengsarakan.
Saat Hindia Belanda dan Jepang menguasai Indonesia, rakyat Indonesia dipaksa bekerja untuk kepentingan kedua negara tersebut. Rakyat menerima perlakuan yang kejam.
Kerja paksa itu dikenal dengan sebutan Kerja Rodi dan Romusha.
Pengerahan paksa tenaga manusia dalam pembangunan sarana dan prasarana umum pada masa pemerintahan Hindia Belanda disebut kerja rodi.
Sistem kerja rodi terjadi pada masa penjajahan Hindia Belanda. Kerja rodi membuat rakyat Indonesia sengsara dan jatuh korban jiwa.
Dilansir dari Encyclopaedia Britannica (2015), kerja paksa juga disebut kerja budak yang dilakukan di bawah tekanan oleh kelompok yang relatif besar atau pemerintah.
Baca juga: Dari Jadi Romusa hingga Kini, Hidup Kakek Arsyad Tetap Menderita
Karja rodi sudah ada di berbagai negara sejak dulu, seperti zaman rezim Nazi di Jerman atau di Uni Soviet.
Pada rezim itu banyak orang-orang yang dicurigai sebagai oposisi atau nasional ditangkap. Mereka juga dipaksa bekerja di bawah tekanan yang keras.
Di Indonesia kerja rodi zaman Hinda Belanda yang cukup terkenal saat membangun jalan raya sepanjang kurang lebih 1.000 kilometer dari Anyer hingga Panarukan pada 1809.
Kerja rodi di Indonesia dipelopori oleh Gubernur Jenderal Herman Williem Daendels. Daendels datang ke Indonesia pada 1 Januari 1808 setelah menerima perintah dari Raja Belanda Louis Napoleon.
Deandels dikirim ke Indonesia untuk mempertahankan Pulau Jawa dari ancaman Inggris. Untuk mempertahankan Pulau Jawa, Daendels melakukan berbagai upaya, seperti membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
Baca juga: Tol Trans-Jawa, Jalan Pos, dan Dua Jalan Daendels di Pulau Jawa
Kemudian membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan, dan membangun benteng-benteng untuk pertahanan.
Selain kerja paksa, Daendels mengumpulkan uang dari rakyat dengan cara menjual hasil bumi dengan harga murah dan melakukan kebijakan-kebijakan yang memberatkan rakyat.
Semasa kerja rodi, membuat rakyat jadi sengsara. Rakyat harus bekerja keras dengan terus menggali batuan untuk membuat jalan.
Pekerja sebenarnya mendapatkan upah. Namun upah ini dikorupsi oleh penguasa lokal. Para pekerja sengsara karena memperoleh tindakan di luar batas perikemanusian.