Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Meminimasi Interaksi Negatif Satwa dan Manusia di Ibu Kota Nusantara

Kompas.com - 28/03/2023, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Mukhlisi

IBU Kota Nusantara (IKN) secara faktual harus diakui memang berkelindan dengan hutan.

Salah satu hutan mangrove terbaik di Kalimantan Timur mudah dijumpai di sisi selatannya, terhubung dengan tipe hutan diptercoparpaceae khas kalimantan di sisi lainnya.

Baca juga: Ancaman Jakarta Tenggelam, Pemindahan IKN Saja Tak Akan Mencegahnya

Sementara, area inti IKN adalah berupa hutan tanaman yang akan dikayakan.

Tidak heran jika kemudian IKN dicanangkan sebagai forest city. Bahkan, eksistensi hutan diikat lebih kuat melalui UU No. 3 tentang Ibu Kota Negara yang mengamanatkan 75 persen area adalah ruang hijau.

Jika di kalkulasi, setidaknya 192.106,5 Ha seyogyanya akan tetap menjadi ruang hijau termasuk kawasan berhutan di dalamnya.

Sebagai sebuah kota yang secara sengaja didesain dominan berhutan maka, mau tidak mau, suka tidak suka, warga IKN ke depannya harus beradaptasi dengan kehadiran satwa liar di sekelilingnya.

Sebab, mereka akan cukup mudah ditemui di antara kehidupan harian tiap warga.

Minimal, penduduk yang pindah ke IKN bakal merasakan sensasi bagaimana riuh rendahnya nyanyian burung mengiringi aktivitas bangun paginya.

Kemudian, di beberapa tempat warganya akan sayup-sayup mendengar merdunya duet owa-owa (Hylobates muelleri) saling bersahutan menjelang fajar, seolah membangunkan waktu subuh.

Jika beruntung, warga IKN bisa melihat gagahnya sekelompok burung enggang, burung sakral etnis lokal kalimantan sedang terbang.

Baca juga: Orangutan Kalimantan, Fauna Endemik Indonesia yang Hidup di Hutan Lebat

 

Sementara, bagi yang sedang melintas perairan Teluk Balikpapan bisa berjumpa bekantan (Nasalis larvatus), primata endemik kalimantan berhidung panjang.

Atau jika waktunya tepat, bisa juga bertemu dengan mamalia air, seperti duyung (Dugong dugon) atau pesut (Orcaella brevirostris) yang menggemaskan.

Sekilas gambaran tersebut adalah fenomenal dan menyenangkan. Bagi penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di sekitar IKN tentu hal tersebut adalah hal biasa saja.

Tapi, bagaimana jadinya jika satwa yang muncul di sekelilingya adalah buaya muara (Crocodylus porosus), beruang madu (Helarctos malayanus), orangutan (Pongo pygmaeus), monyet beruk (Macaca nemestrina), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), ular sanca (Malayophyton reticulatus), atau malah macan dahan (Neofelis diardi)?

ilustrasi orang utanKen Bohn ilustrasi orang utan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com