Oleh: Ismail Sulaiman
BUTUH kesadaran kolektif anak Bangsa, mulai dari yang tinggal daerah terpencil seperti pegunungan sampai pada penghuni di wilayah kota, untuk kembali mengenakan kerudung pada kepala Ibu Pertiwi kita.
Kerudung yang dimaksudkan penulis bukan berupa potongan kain yang berukuran 60 cm X 100 cm lalu djahit, kemudian dibalutkan pada kepala Ibu Pertiwi.
Tetapi kerudung Ibu Pertiwi sesungguhnya adalah semua tumbuhan/pohon yang berada di daerah pegunungan maupun daerah kota.
Baca juga: Kenapa Hutan Mangrove Sangat Penting bagi Ekologi?
Manfaat "kerudung" ini sebagai penghasil oksigen, sumber makanan, bahan bangunan rumah, pengendalian suhu, mengurangi polusi udara, mencegah perubahan iklim, menjaga kesehatan mental, meningkatkan mood dan konsentrasi maupun sumber obat-obatan herbal, serta pengendali bahaya banjir dan tanah longsor.
Karena sebagai kerudung ibu pertiwi dan mengingat begitu banyak manfaat dari tumbuhan bagi kelangsungan hidup manusia dan merupakan ekosistem yang saling menguntungkan antara satu dengan yang lainnya, maka budaya menghormati, memelihara dan merawat tumbuhan adalah nomor satu.
Selain karena sama-sama sebagai mahkluk hidup ciptaan Tuhan, juga tanpa tumbuhan manusia tidak akan betahan hidup.
Yang dimaksudkan dengan menghormati, merawat dan memelihara tumbuhan adalah: tidak membakar hutan sembarangan, tidak menebang pohon dengan alasan apapun tanpa menanam penggantinya, tidak menggusur lahan subur untuk pembangunan tempat industri, dan tidak perlu adanya penembangan liar di mana-mana.
Kita semua tahu dan sadar bahwa, pada baris pertama lagu Indonesia Raya itu menyiratkan ibu sebagai tanah air. Sedangkan kita, bangsa Indonesia, adalah pandu serta pelindung bagi sang ibu.
Beberapa lagu nasional lain juga dengan jelas menggunakan kata “ibu pertiwi” sebagai metafora dari tanah tumpah darah, seperti lagu Ibu Pertiwi dan Indonesia Pusaka.
Begitupun kata “Ibu” dalam berbagai kebudayaan, selalu memiliki arti dan nilai penting. Bahasa Indonesia sendiri melekatkan kata “ibu” pada metafora yang mengandung makna “inti atau yang utama di antara beberapa hal.
Sementara kata “pertiwi” diartikan sebagai bumi, dewi yang menguasai bumi, dan atau tanah tumpah darah.
Dalam bahasa Sanskerta “pertiwi atau prthivi” yang merupakan Dewi Bumi. Nama lain dari Dewi Pertiwi adalah Bhumi.
Dewi Bumi ini berpasangan dengan Bapak Langit. Ibu Bumi dan Bapak Angkasa ini menjadi metafora dalam bidang pertanian.
Ibu Bumi, menurut Andrianus Sudarmanto, salah satu pengajar bahasa Universitas Surakarta, menyimbolkan tanah tempat berpijak, lahan tempat bersemi dan tumbuhnya benih. Sementara Bapak Langit atau Bapak Angkasa adalah sumber air.