Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ukuran Cula Badak Menyusut Selama 130 Tahun Terakhir, Apa Alasannya?

Kompas.com - 03/11/2022, 10:05 WIB
Monika Novena,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Data foto yang diambil dalam kurun waktu 130 tahun terakhir mengungkapkan, bahwa ukuran cula secara bertahap makin menyusut.

Penyusutan itu terjadi pada lima spesies badak dan kemungkinan karena perburuan liar yang mengancam hewan-hewan tersebut.

Perburan liar badak mengambil cula sebagai pajangan atau komoditas bernilai tinggi, seperti obat dan bahan tradisional yang digunakan di negara Tiongkok dan Vietnam.

Baca juga: Badak Sumatera dan Badak Jawa, 2 Jenis Badak Indonesia yang Terancam Punah

Dan dalam sebuah studi baru, pembunuhan badak dengan cula-cula besar dengan nilai tinggi itu rupanya mendorong badak untuk mengembangkan cula dengan ukuran lebih kecil.

Gagasan tersebut, dikutip dari Newscientist, Rabu (2/11/2022) dipaparkan oleh Oscar Wilson dari University of Helsinki, Finladia yang didukung oleh analisis foto-foto badak dari tahun 1886 hingga 2019.

Untuk melakukan studi ini, ia bersama rekannya cukup mengalami kesulitan. Ini lantaran cula sangat berharga, bahkan spesimen yang tersimpan di museum sulit diakses meski untuk tujuan penelitian.

Jadi Wilson menganalisis 80 foto yang berasal dari tahun 1886 hingga 2019 yang telah diunggah oleh pada ahli badak di seluruh dunia ke database Rhino Resource Center yang berbasis di dekat Cambridge, Inggris.

Tim kemudian menggunakan perangkat lunak untuk menghitung berbagai ukuran anatomi setiap hewan dan kemudian memperkirakan ukuran relatif cula terhadap tubuhnya.

Berhubung ukuran cula sangat bervariasi di antara spesies badak, tim membuat badan ukuran terpisah untuk masing-masing dari lima jenis badak dalam foto.

Lima badak itu adalah badak putih (Ceratotherium simum), badak India (Rhinoceros unicornis), badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dan badak hitam (Diceros bicornis). Tiga terakhir merupakan badak yang terancam punah.

Sebagian besar badak yang difoto, lahir di alam liar tetapi hidup di kebun binatang, taman margasatwa, atau suaka pada saat pengambilan foto, sementara 12 badak masih hidup di alam liar.

Memetakan ukuran cula di sepanjang grafik waktu, peneliti menemukan bahwa cula secara bertahap menurun pada setiap spesies.

Baca juga: Kenapa Badak Jawa Terancam Punah?

Theodore Roosevelt berdiri di atas badak hitam yang baru saja dibunuhnya (1911)Credit: Public Domain Theodore Roosevelt berdiri di atas badak hitam yang baru saja dibunuhnya (1911)

Meski informasi tersebut tak cukup untuk memberikan persentase yang tepat dari perubahan ukuran cula, tetapi tren penurunan terlihat jelas secara keseluruhan dan paling menonjol pada badak Sumatera.

Tekanan perburuan yang membuat penyusutan ukuran cula juga bisa berdampak negatif pada perilaku dan kesejahteraan badak.

"Badak benar-benar menggunakan cula mereka untuk banyak hal yang berbeda, seperti mempertahankan wilayah mereka atau mencari pasangan. Kami pikir penyusutan ukuran cula pasti berdampak pada cara badak menjalani hidup mereka," jelas Wilson.

Baca juga: Kenapa Kulit Badak Tebal?

Walaupun terlihat sebagai penemuan yang muram, peneliti mengungkapkan masih ada hal positif lain dari studi yang dilakukannya.

Tim juga menganalisis ribuan gambar lain dalam database, termasuk penggambaran artistisk yang menunjukkan peningkatan sikap orang terhadap badak selama beberapa abad terakhir.

"Kami melihat badak jauh lebih positif daripada sebelumnya. Kami pikir ini adalah alasan nyata optisme mengenai konservasi badak," tambah Wilson.

Studi dipublikasikan di People and Nature.

Baca juga: Seekor Badak Sumatera Betina Lahir di Taman Nasional Way Kambas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com