Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Dampak Jangka Panjang Bullying bagi Anak-anak?

Kompas.com - 22/07/2022, 11:32 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Bullying atau intimidasi menjadi pengalaman memilukan dan menyedihkan bagi siapa saja yang mengalaminya.

Konsekuensi dari intimidasi ini sangat signifikan bagi para korban dan dapat memiliki dampak yang bertahan lama.

Upaya advokasi yang mengatasnamakan korban tidak akan efektif jika masyarakat tidak benar-benar memahami betapa menyakitkan dan traumatisnya bullying. 

Dampak jangka panjang bullying bagi anak-anak 

Dilansir dari Verywell Family, berikut adalah dampak jangka panjang bullying bagi anak-anak, yang penting untuk dipahami.

Dampak sosial dan emosional

Anak-anak yang sering menjadi sasaran bullying sering kali menderita, baik secara emosional maupun sosial. 

Baca juga: Kasus Bullying Marak, Ini Penyebab Perilaku Kekerasan

Mereka tidak hanya merasa sulit untuk berteman, tetapi mereka juga kesulitan untuk memiliki pertemanan yang sehat.

Bagian dari kesulitan ini berhubungan langsung dengan harga diri yang rendah.

Kurangnya harga diri adalah akibat langsung dari hal-hal buruk dan menyakitkan yang dikatakan anak-anak lain tentang korban.

Ketika korban terus-menerus disebut "gemuk" atau "pecundang", mereka akan percaya bahwa hal-hal tersebut adalah benar.

Korban bullying juga cenderung mengalami berbagai macam emosi. 

Mereka mungkin merasa marah, kesal, rentan, tidak berdaya, frustrasi, kesepian, dan terisolasi dari teman-teman mereka.

Baca juga: Lewat Leslar, Ketahui Efek Digital Bullying dan Cara Menanganinya

Jika bullying terus berlangsung, korban mungkin mengalami depresi dan bahkan berpikir untuk melakukan hal-hal buruk terhadap dirinya.

Jika tidak ada intervensi yang dilakukan, pada akhirnya anak-anak dapat mengembangkan apa yang dikenal sebagai "learned helplessness". 

Ketidakberdayaan ini berarti korban bullying percaya bahwa mereka tidak dapat melakukan apa pun untuk mengubah situasi. 

Akibatnya, mereka berhenti mencoba melawan. Kemudian, siklus menuju depresi menjadi lebih parah dan menyebabkan perasaan putus asa serta keyakinan bahwa tidak ada jalan keluar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com