Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stigma bagi Pasien Masih Jadi Tantangan Penanganan Kusta di Indonesia

Kompas.com - 08/07/2022, 20:00 WIB
Zintan Prihatini,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hingga saat ini, penyakit kusta masih menimbulkan stigma di tengah masyarakat, sehingga penanganan pasien, termasuk deteksi hingga pengobatannya, ikut terhambat. 

Dijelaskan oleh Kepala Puskesmas Pondoh Indramayu, dr Novie Indra Susanto, sebenarnya masyarakat sudah mulai mengetahui mengenai penyakit kusta.

Kendati begitu, minimnya informasi terkait kusta memicu masyarakat yang berada di pelosok daerah beranggapan bahwa kusta adalah penyakit yang menjijikan, dan bahkan dianggap sebagai kutukan.

"Misalnya, ada masalah antar tetangga, seorang bapak dianggap jahat kemudian anak dari bapak tersebut terkena kusta, maka anggapan yang muncul adalah anak itu kena kusta karena bapaknya jahat,” terang Novie kepada Kompas.com di Desa Segeran Lor, Indramayu saat kunjungan bersama Yayasan NLR Indonesia, Rabu (6/7/2022).

Baca juga: Kasus Kusta Masih Tinggi, Indonesia Berada di Urutan Tiga Teratas Dunia

Sayangnya, stigma kusta tak hanya datang dari masyarakat saja, melainkan dari pasien itu sendiri. Pasien kusta, kata Novie, kerap kali merasa malu apabila orang-orang di sekitar mengetahui bahwa dia menderita penyakit kulit itu.

"Dari yang sakitnya pun, mindset-nya masih merasa malu, minder atau dia merasa ada yang ditakutin kalau misalnya dia menderita kusta, gimana anggapan masyarakat, gimana keluarganya, akhirnya secara tidak disadari dia mengisolasi diri sendiri," ujarnya.

Akibat stigma kusta ini, penanganan untuk menemukan kasus yang lebih banyak menjadi terhambat.

Padahal, kusta yang tidak diobati sesegera mungkin bisa mengakibatkan cacar tingkat dua. Adapun cacat tingkat dua dapat berupa jari menekuk, kaku, dan tidak bisa diluruskan serta kelopak mata yang tak bisa berkedip.

"Kalaupun diobati, kalau sudah cacat enggak bisa kembali lagi meskipun kustanya sembuh," ucap Novie.

Baca juga: Pasien Kusta Berisiko Mengalami Amputasi jika Tak Ditangani Sejak Dini, Ini Penjelasannya

Selain itu, pasien yang terlambat mendapatkan perawatan juga berpotensi menularkan kepada orang lain, khususnya kontak erat atau mereka yang hidup dalam satu rumah maupun tetangga.

"Itulah yang akhirnya (membuat) susah memberantas kusta. Padahal, sebenarnya ini suatu infeksi yang Insyaallah bisa diobati. (Namun) karena kendala-kendala sosial itu, jadi sesuatu yang susah untuk diobati, jadi berat," tuturnya.

Stigma kusta tantangan nasional

Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan yang sangat kompleks, karena hingga kini masih ada enam provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta.

Keenam provinsi itu di antaranya Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Gorontalo. Sementara di tingkat kabupaten/kota, total masih ada 101 wilayah yang belum eliminasi kusta.

Sebagai informasi, eliminasi kusta diartikan sebagai angka kesakitan kurang dari 1 per 10.000 penduduk, yang diangap tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Indonesia sendiri merupakan penyumbang kasus kusta terbanyak ketiga di dunia setelah India dan Brasil. Di tahun 2021, menurut catatam Kemenkes, ada 7.146 penderita kusta baru, dengan proporsi anak sebesar 11 persen.

Baca juga: Indramayu Catat Kasus Kusta Terbanyak di Jawa Barat, Bagaimana Upaya Penangannya?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com