Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Mengukur Tinggi Bangunan dengan Barometer

Kompas.com - 11/06/2022, 06:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JUDUL naskah ini terkesan mengada-ada sebab pada hakikatnya memang muskil bahkan mustahil mengukur tinggi bangunan dengan barometer. Namun judul absurd itu berasal dari kenyataan tepatnya di New York, Amerika Serikat, sebagai sebuah kota yang dipadati bangunan pencakar langit.

Di New York ada perkumpulan orang-orang yang dianggap memiliki IQ (intelligence quotient) atau kecerdasan intelektual di atas rata-rata, alias di atas ambang batas jenius. Karena sebenarnya kecerdasan mustahil diukur-ukur maka Mensa swa-sembada membuat metode khusus untuk mengukur kecerdasan para calon anggotanya.

Baca juga: Menghargai Kecerdasan Anak

Satu di antara sekian banyak tes kecerdasan Mensa adalah calon anggota diberi sebuah barometer lalu dengan menggunakan barometer tersebut diwajibkan mengukur ketinggian World Trade Centre (WTC) yang pada saat itu masih berdiri tegak, belum diruntuhkan oleh para teroris 9/11.

Perlu diingat bahwa barometer adalah alat untuk mengukur tekanan udara bukan tinggi bangunan.

Ada yang merasa berhasil mengukur tinggi WTC dengan menjatuhkan sang barometer dari atap WTC lalu mencatat berapa lama sang barometer menyentuh permukaan bumi demi kemudian mengkalkulasi kecepatan jatuh dengan rumusan teori gravitasi seperti yang dahulu konon pernah dilakukan Galileo lalu Newton.

Ada pula fisikawan yang memanfaatkan barometer untuk mengukur perbedaan tekanan udara yang di atap WTC dengan yang di kaki WTC kemudian mengkalkulasikannya menjadi ketinggian bangunan WTC.

Ada pula pakar matematika geometrikal mendayagunakan rumusan Pythagoras untuk menghitung tiga garis sisi segitiga yang dibentuk oleh tarikan seutas tali yang ditarik dari atap WTC ke barometer yang diletakan di permukaan bumi sehingga terbentuklah sebuah segitiga siap diukur dengan rumusan a pangkat dua ditambah b pangkat dua sama dengan c pangkat dua.

Siapa paling cerdas

Namun calon anggota Mensa yang dianggap paling cerdas adalah yang tidak repot menggunakan teori fisika atau geometri sebab sekedar mencari siapa yang membangun bangunan kembar WTC untuk dijumpai secara langsung untuk diberi hadiah sebuah barometer dengan prasyarat bahwa sang pembangun WTC memberi informasi otentik tentang berapa tinggi gedung WTC sebenarnya.

Malah masalah menjadi jauh lebih mudah dipecahkan apabila secara andaikatamologis kebetulan sang pembangun WTC adalah sanak keluarga atau malah sang calon anggota Mensa sendiri.

Baca juga: 7 Tanda Kecerdasan Menurut Sains, Bukan Hanya IQ Tinggi

Kasus mengukur ketinggian WTC dengan barometer pada hakikatnya mengindikasikan bahwa apa yang disebut sebagai kecerdasan muskil bahkan sebenarnya mustahil diukur karena terlalu kompleks dan relatif dalam keterkaitan bahkan kemelekatan dengan lingkungan sesuai dalih dalil cetirus paribus (kondisi-kondisi lainnya tetap sama).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com