Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Idul Adha, Ini Cara Mencegah Penyebaran PMK Saat Potong Kurban

Kompas.com - 25/05/2022, 19:30 WIB
Zintan Prihatini,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Koordinator Tim Satgas Pengendalian PMK Universitas Diponegoro (Undip), drh Dian Wahyu Harjanti, Ph.D, mengungkapkan pentingnya membuang kontaminan PMK ke tempat yang aman agar tidak menularkan pada hewan lainnya.

Dikutip dari undip.ac.id, Selasa (24/5/2022); dia menjelaskan bahwa pembuangan limbah dari tempat tertular melalui aliran air, selokan, atau sungai dapat mencemari lingkungan dan berpotensi menjadi sumber kontaminasi bagi kendaraan, hewan dan rumput.

Pemerintah pun telah merilis Surat Edaran serta SOP (standar operasional prosedur), dalam pelaksanaan kurban pada Idul Adha nanti.

Aturan itu menetapkan bahwa panitia kurban harus mengetahui asal daerah ternak kurbannya, dan pastikan bukan berasal dari daerah wabah. Lalu, pemotongan sebaiknya dilakukan di RPH (rumah pemotongan hewan) milik pemerintah yang diawasi oleh dokter hewan.

Baca juga: Mengenal Wabah PMK dan Pengaruhnya pada Manusia

Pada kegiatan pemotongan, hewan dari daerah bebas PMK dipotong terlebih dahulu. Selain itu, hewan ternak yang berasal dari daerah wabah dan daerah terancam, wajib dipisahkan dan ditempatkan di kandang isolasi, meskipun tampak sehat.

Di area isolasi tersebut, dokter akan melakukan pemeriksaan sebelum pemotongan (ante-mortem) secara individu. Jika dinyatakan sehat, maka ternak boleh dipotong dan setelahnya tetap dilakukan pemeriksaan post-mortem. Namun, apabila hasilnya positif PMK maka tetap pisahkan hewan di kandang isolasi dan diobati.

Hewan juga tidak boleh dipotong di sembarang tempat karena dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan dan menjadi media penularan virus PMK.

"Yang kita takutkan bukan dagingnya dan juga bukan pada orang-orang yang menyembelih dan menangani daging. Akan tetapi, pada sisa darah dan bahan bahan lain yang masuk ke dalam selokan dan aliran air yang kemudian diminum oleh ternak-ternak yang peka maka menjadi penyebab penyebaran yang luar biasa," papar dokter Dian.

Baca juga: Wabah Penyakit Mulut dan Kuku Meluas, BRIN Akan Lakukan Identifikasi Cepat Penyakit dan Vaksinasi

Apa itu penyakit mulut dan kuku pada hewan?

Penyakit mulut dan kuku adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dari family Picornaviridae, yang bersifat akut dan sangat menular pada hewan berkuku genap atau belah (cloven-hoofed).

Adapun nama lain penyakit ini di antaranya aphthae epizootica (AE), dan foot and mouth disease (FMD). Virus penyebab PMK berukuran kecil yakni sekitar 20 milimikron, tanpa lapisan lemak dan memiliki capsid yang kuat.

Oleh karena itu, virus dapat tahan terhadap desinfektan, yang cara kerjanya melarutkan lemak. Berdasarkan sifat dan struktur virus tersebut, tidak semua jenis desinfektan peka terhadap virus tersebut.

Penyakit mulut dan kuku pada hewan dapat memunculkan sejumlah gejala, di antaranya:

  • Adanya pembentukan vesikel atau lepuh dan erosi di mulut, lidah, gusi, nostril, puting, dan di kulit sekitar kuku
  • Pincang, bahkan kuku bisa terlepas
  • Hipersalivasi
  • Hewan lebih sering berbaring
  • Pada ternak potong terjadi penurunan bobot badan, dan pada ternak perah mengalami penurunan produksi susu yang drastis

Baca juga: Penyakit Mulut dan Kuku pada Ternak Tak Bisa Diobati, tapi Bisa Dicegah

"Morbiditas (kesakitan) biasanya tinggi mencapai 100 persen, namun mortalitas atau tingkat kematian untuk hewan dewasa biasanya sangat rendah, akan tetapi pada hewan muda bisa mencapai 50 persen," jelas Dian.

Pada pedet atau anak sapi, dengan pemeriksaan post mortem bisa ditemukan adanya perubahan di otot jantung (myocardium), berupa garis-garis loreng, putih, abu-abu atau kekuningan yang sering disebut dengan istilah tiger heart.

"Pemeriksaan patologi ini hanya penting dilakukan untuk membuat diagnosa banding untuk penyakit lain selain PMK,” imbuhnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com