Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan Batu Alien di Mesir, Peneliti Sebut Berasal dari Supernova Langka

Kompas.com - 23/05/2022, 08:05 WIB
Monika Novena,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah studi mengungkap, batu luar angkasa yang digali di Gurun Sahara berasal dari salah satu jenis ledakan kosmik yang paling terang.

Temuan ini pun bisa menjadi bukti pertama untuk jenis supernova langka yang ditemukan di Bumi .

Seperti dikutip dari Live Science, Minggu (22/5/2022) komposisi kimia batu yang diberi nama Hypatia menunjukkan, bahwa batu yang pertama kali ditemukan di Mesir tahun 1996 itu mengandung debu dan gas yang pernah mengelilingi jenis supernova yang sangat besar.

Supernova sendiri merupakan ledakan spektakuler dari bintang yang sekarat.

Baca juga: Wahana Penjelajah Curiosity Potret Pintu Alien di Mars, Seperti Apa?

Peneliti sendiri berpendapat bahwa Hypatia berasal dari supernova tipe Ia. Supernova tipe Ia biasanya terjadi di dalam awan debu di mana katai putih berbagi orbit dengan bintang yang lebih besar dan lebih muda yang masih memiliki bahan bakar untuk dibakar.

Katai putih yang lebih kecil dan lebih padat kemudian menggunakan tarikan gravitasinya yang sangat besar untuk mengambil sebagian bahan bakar bintang yang lebih muda, mengkonsumsinya tanpa henti.

Tindakan kanibalisme kosmik ini akhirnya berakhir dengan kehancuran. Ledakan supernova yang sangat besar itu melemparkan isi kedua bintang.

Dalam kasus batu Hypatia, campuran debu dan gas kemungkinan besar melayang di ruang angkasa selama miliaran tahun.

Campuran kemudian memadat menjadi batu besar dan saat meluncur ke Bumi kemudian pecah berkeping-keping.

Lalu bagaimana peneliti mengetahui dari mana batu itu berasal?

Dalam studi ini, peneliti melakukan analisis kimia dari sampel kecil batu Hypatia menggunakan teknik non destruktif.

Hasilnya, peneliti menemukan bahwa batu memiliki jumlah silikon, kromium, dan mangan yang luar biasa rendah. Sementara batu memilki kadar besi, belerang, fosfor, tembaga, dan vanadium yang sangat tinggi untuk benda-benda di lingkungan kosmik kita.

"Hasil itu menunjukkan, pola kelimpahan elemen jejak yang benar-benar berbeda dari apa pun di Tata Surya. Objek di sabuk asteroid dan meteor juga tak cocok dengan batu ini," kata penulis utama studi Jan Kramers, ahli geokimia di Universitas Johannesburg di Afrika Selatan.

Baca juga: Batu Akik 2.000 Tahun Ditemukan di Yerusalem, Ada Ukiran Merpati

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com