Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Butuh 9 Satelit untuk Deteksi Dini Bencana, Begini Penjelasan BMKG

Kompas.com - 31/03/2022, 09:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan setidaknya 9 satelit untuk deteksi dini dan memberikan peringatan dini bencana dengan baik. 

Indonesia dikenal sebagai negara rawan bencana, baik itu berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus atau erupsi, banjir, longsor dan lain sebagainya.

Setiap bencana alam akan berdampak pada kerugian atau mempengaruhi masyarakat dan negara dalam berbagai hal, seperti kehilangan nyawa, mata pencaharian, masalah kesehatan fisik dan psikis, permasalahan sosial, ekonomi dan lain-lain.

Melihat potensi bencana alam dan dampak kerugian yang bisa terjadi, Deputi Instrumental, Kalibrasi, Rekayasa dan Jaringan Komunikasi BMKG, Muhammad Sadly mengatakan, dalam melakukan pencegahan dan mitigasi multibencana yang ada, tidak bisa ditangani dengan cara biasa, sehingga harus ada terobosan, salah satunya lewat satelit pemantauan.

Sedikitnya sembilan satelit pemantau yang diyakini akan membantu mendeteksi dini bencana di Indonesia secara akurat, cepat dan tepat.

Faktanya, sampai saat ini Indonesia belum memiliki satelit operasional indera jarak jauh (inderaja) yang melakukan pemantauan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat luas.

Baca juga: Satelit Surya Satellite-1 Akan Menuju ISS dan Siap Mengorbit

"Salah satu teknologi yang perlu kita akselerasi, diimplementasikan di Indonesia adalah bagaimana memiliki satelit inderaja untuk kebencanaan,"  kata Sadly dalam Kuliah Umum dalam Rangka Memperingati Hari Meteorologi Sedunia ke-72 Tahun 2022, Selasa (22/3/2022).

"Saya pikir ini tidak terlalu sulit jika kita ingin bersatu. Kita bersatu wujudkan cita-cita (membangun satelit pemantau bencana di Indonesia) ini, dan semua sudah ada tinggal kita berinergi melakukan koordinasi dan sama-sama menyiapkan alokasi anggara untuk digunakan secara bersama guna menanggulangi bencana-bencana yang ada di tanah air yang semakin meningkat," tambahnya.

Terlebih lagi karena pembuatan satelit itu tidaklah cepat dan mudah. Ahli satelit Indonesia yang saat ini bekerja di Chiba University, Jepang, Prof Josaphat Tetuko Sri Sumatyo mengatakan, membuat satelit memerlukan proses yang panjang guna mendapatkan ide dan membangun modelnya.

Pembangunan satelit perlu membuat 'remote sensing', lalu dites di laboratorium, dan dilakukan uji terbang dengan pesawat, serta dibangun kemudian diluncurkan ke orbit bumi.

Di sisi lain, Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA/LAPAN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah menargetkan memiliki satelit operasi penginderaan jauh dengan resolusi sangat tinggi.

Satelit penginderaan yang dimaksudkan adalah Satelit Operasional Penginderaan Jauh VHR Optic dan SAR Near Equatorial, yang diharapkan dapat menjadi inovasi untuk memberikan deteksi dan peringatan dini bencana alam di Indonesia

Baca juga: Cegah Tabrakan Satelit di Luar Angkasa, Ilmuwan AS Kembangkan Sistem Peringatan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com