Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter Ingatkan Masyarakat untuk Waspadai TBC Laten yang Tak Bergejala

Kompas.com - 23/03/2022, 16:15 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebagian orang mungkin masih belum mengetahui, bahwa ada penyakit tuberkulosis (TBC) yang tidak menunjukkan gejala. Adapun kondisi TBC tanpa gejala ini dikenal dengan TB laten, sedangkan penyakit TBC yang bergejala disebut dengan TB aktif.

TBC laten ini lah yang patut untuk diwaspadai, lantaran dapat muncul kapan pun. Ketua Yayasan Stop TB Partnership dr Nurul H.W. Luntungan, MPH, menjelaskan bahwa TBC laten adalah penyakit yang disebabkan bakteri yang bersembunyi di dalam tubuh seseorang.

Karena bakteri itu tersembunyi, maka orang yang terinfeksi tampak tidak memiliki penyakit TBC ataupun menunjukkan gejala.

“Penyakit TBC (laten) ini disebabkan oleh bakteri, dan bakteri TBC ini beda dengan bakteri lain," ujar Nurul dilansir dari laman resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Selasa (22/3/2022).

Baca juga: Sesak Napas, Begini Kondisi Paru-Paru pada Penderita TBC

"Bakteri TBC ini bisa sembunyi di dalam tubuh dan orang yang kena bakterinya belum tentu terlihat sakit TBC,” lanjut dia.

Hal senada juga diungkapkan Koordinator Substansi TBC, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kemenkes dr Tiffany Tiara Pakasi, MA. Dirinya mengatakan infeksi TBC laten terjadi ketika seseorang yang terpapar kuman penyebab TBC, namun memiliki tingkat kekebalan yang baik.

Apabila ini terjadi, pasien memang tidak bergejala tetapi kuman penyebab TBC tidak hilang melainkan dalam posisi tertidur.

“Sehingga sewaktu-waktu kalau daya tahan tubuhnya turun dan lain-lain dia bisa memicu kuman tersebut sehingga terjadi tuberkulosis aktif,” papar Tiffany.

Sementara itu, Kemenkes menyebut penyakit tuberkulosis masih mengintai masyarakat. Sebab, infeksi TBC telah menyebabkan setidaknya 93 ribu kematian per tahun di Indonesia.

Kini, pemerintah memasukkan pengendalian TBC laten ke dalam program kesehatan. Program eliminasi TBC laten ditetapkan setelah pihaknya berkomitmen untuk mengakhiri penyakit ini di tahun 2030 mendatang.

“Jadi baru beberapa tahun terakhir pemerintah memfokuskan TBC laten ke dalam program eliminasi TBC, dan fokus pada kelompok yang paling berisiko dalam hal ini kontak erat dari semua usia,” kata Tiara.

Kemudian, untuk skrining kontak erat dilakukan melalui pertanyaan serta pemeriksaan dengan tes tuberkulin di kulit, atau pemeriksaan melalui darah. Melalui tes tuberkulin, sejumlah kecil protein yang mengandung bakteri TBC akan disuntikkan ke kulit di bawah lengan.

Bagian kulit yang disuntikkan kemudian diperiksa setelah 48 hingga 72 jam. Jika diketahui dia mengidap TBC laten, maka akan diberikan obat pencegahan TBC.

Sayangnya karena TBC laten tidak bergejala, kata dr Tiara, kebanyakan masyarakat tidak mau melakukan skrining. Hal itulah yang menjadi salah satu hambatan dalam menemukan maupun mengobati pasien TBC.

“Di sini memang diperlukan juga edukasi. Bagi orang yang diketahui positif TBC minum obatnya tidak sekali minum, minum obat paling cepat itu 3 bulan seminggu sekali, ada juga yang 6 bulan tiap hari," ungkapnya.

Dengan demikian, masyarakat juga perlu diyakini dan diberikan edukasi akan pentingnya meminum obat secara rutin apabila sudah melakukan tes, dan diketahui berisiko tinggi terhadap TBC laten.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com