Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polusi Suara di Bawah Air Sebabkan Gangguan Pendengaran pada Penyu

Kompas.com - 03/03/2022, 18:00 WIB
Monika Novena,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Peneliti menyebut bahwa polusi bawah air menyebabkan penyu mengalami gangguan pendengaran yang dapat berlangsung hingga beberapa hari.

Aktivitas seperti pengiriman dan konstruksi disebut sebagai penyebab yang menimbulkan banyak kebisingan di lingkungan air tawar dan air asin.

Bukti awal efek kebisingan yang intens pada penyu ini akan dipresentasikan di Ocean Sciences Meeting, Jumat, (4/3/2022).

Studi mengenai efek kebisingan ini sudah pernah dilakukan pada berbagai hewan, mulai dari cumi-cumi, ikan, hingga paus.

Baca juga: Setengah Spesies Penyu Dunia Terancam Punah

Namun, menurut Andria Salas, peneliti di Woods Hole Oceanographic Institution, penelitian yang secara khusus berfokus pada reptil seperti penyu sedikit dilakukan.

"Temuan awal kami adalah yang pertama mendukung bahwa hewan-hewan tersebut rentan terhadap gangguan pendengaran di bawah air setelah terpapar kebisingan yang intens," kata Salas seperti dikutip dari Phys, Kamis (3/3/2022).

Sebelumnya peneliti hanya bisa berasumsi bahwa penyu mengalami gangguan pendengaran ketika terpapar suara yang cukup intens seperti yang diamati pada hewan lain, tetapi belum ada yang dikumpulkan secara khusus tentang mahluk tersebut.

Dan peneliti pun mengaku terkejut bahwa tingkat kebisingan yang relatif rendah ternyata berdampak pada pendengaran penyu. Padahal pendengaran ini penting untuk komunikasi dan menghindari pemangsa. Temuan ini pun dapat berimplikasi pada kelangsungan hidup beberapa spesies penyu yang terancam.

"Jika ini terjadi di alam, penyu akan kurang mampu mendeteksi suara di lingkungan mereka, termasuk suara yang digunakan untuk berkomunikasi atau memperingatkan mereka untuk tak mendekati pemangsa," jelas Salas.

Baca juga: Telur Palsu Bantu Lacak Rantai Perdagangan Penyu, Kok Bisa?

Ia juga mengungkapkan bahwa lebih dari setengah spesies penyu dan kura-kura terancam dan polusi suara merupakan pemicu stres tambahan yang perlu dipertimbangkan saat berbagai pihak berupaya melindungi hewan-hewan ini.

Dalam studinya ini, para peneliti melakukan eksperimen pada dua spesies penyu air tawar yang tak terancam punah.

Mereka menggunakan elektroda invasif minimal yang dimasukkan tepat di bawah kulit di atas telinga penyu. Ini dimaksudkan untuk mendeteksi tegangan listrik yang sangat kecil yang diciptakan oleh sistem pendengaran penyu ketika mereka mendengar suara.

Sebelum mengekspos penyu dengan white noise yang keras (amplitudo tinggi), para peneliti terlebih dahulu menentukan ambang bawah pendengaran bawah air dan frekuensi mana yang paling mereka dengar.

Setelah mengekspos penyu dengan kebisingan dan kemudian menghentikannya, para peneliti kemudian mengukur pendengaran penyu selama sekitar satu jam untuk melihat bagaimana mereka memulihkan pendengaran bawah air mereka dalam jangka pendek.

Para peneliti juga memeriksa pendengaran penyu dua hari kemudian untuk melihat apakah pemulihannya sudah selesai.

Baca juga: 6 Hewan yang Hidup di Sungai Nil, Ada Penyu hingga Buaya

Menurut hasil studi, pendengaran penyu bisa pulih. Namun Salas menyebut bahwa gangguan pendengaran pada penyu bisa berlangsung selama sekitar 20 menit hingga lebih dari satu jam.

Ia juga menemukan bahwa saat pendengaran punyi belum pulih dalam rentang satu jam, maka pendengarannya bisa terganggu selama beberapa hari. Hal ini menunjukkan bahwa penyu membutuhkan lebih banyak waktu untuk pulih sepenuhnya dari paparan kebisingan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber PHYSORG
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com