Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Laut Indonesia Berpotensi Mengalami Perubahan Kimiawi yang Signifikan

Kompas.com - 10/12/2021, 12:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Dr. A’an Johan Wahyudi

Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki luas total daratan dan perairan sekitar 8,3 juta kilometer persegi, dimana sebesar 72.3% adalah wilayah laut (termasuk Zona Ekonomi Eksklusif).

Sesuai dengan lokasinya yang berada di antara dua samudra dan dua benua, laut Indonesia berpotensi mengalami dinamika tanpa henti.

Sebagai contoh, keberadaan Arus Lintas Indonesia yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Hindia memiliki peran signifikan dalam proses-proses fisik, kimiawi maupun biologis pada sistem laut, iklim dan biosfer.

Baca juga: Peni Ahmadi, Peneliti yang Temukan Potensi Obat Kanker Payudara dari Biota Laut

Berikut ini ulasan riset-riset terkini terkait perubahan-perubahan laut Indonesia dari sudut pandang bidang biogeokimia laut.

Karbon Organik Partikulat (Particulate Organic Carbon/POC)

Karbon organik partikulat (POC) merupakan salah satu variabel esensial pada siklus biogeokimia karbon di laut. Peran POC cukup penting dalam proses pompa biologis, yaitu proses alamiah ‘membenamkan’ material organik (termasuk karbon) dari permukaan ke dasar laut.

Triana dkk. pada tahun 2021 mempublikasikan hasil risetnya tentang POC di perairan Indonesia. Riset tersebut menganalisis perubahan konsentrasi POC secara spasial dan temporal selama hampir dua dekade (2002-2020).

Sebagai lokasi rujukan, dipilih perairan barat Sumatera, Selat Sunda, perairan Sumba-Sawu, dan laut Halmahera.

Dari keempat perairan laut yang diteliti tersebut, konsentrasi POC tertinggi di terdapat di Laut Halmahera dan sekitarnya, diikuti oleh Selat Sunda, Perairan Sumba–Sawu, dan terakhir adalah perairan barat Sumatera.

Konsentrasi POC memiliki kecenderungan meningkat seiring lokasi yang semakin mendekati pantai.

Sementara itu, analisis pola perubahan interannual menunjukkan tren peningkatan POC yang signifikan di seluruh perairan Indonesia pada tahun 2003, 2006, 2011, 2015 dan 2019.

Beberapa penurunan konsentrasi POC yang nyata terdeteksi terjadi pada 2009, 2010 dan 2013.

Diduga peristiwa El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) berpengaruh pada kenaikan konsentrasi POC di perairan Indonesia.

Logam runutan (trace metals)

Logam runutan (trace metals) memainkan peran penting dalam siklus biogeokimia laut. Unsur-unsur logam runutan memiliki hubungan timbal balik dengan produktivitas perairan.

Logam runutan, seperti besi (Fe), seng (Zn), kadmium (Cd) dan tembaga (Cu), yang terkandung dalam partikulat atau terlarut dalam air laut dapat bervariasi karena pengaruh perubahan suhu, salinitas (kadar garam), konsentrasi nutrien dan produktivitas primer.

Sementara itu, faktor-faktor yang memengaruhi konsentrasi logam runutan tersebut juga dapat bervariasi secara spasial dan temporal mengikuti perubahan fisik dan kimiawi perairan.

Perubahan suhu laut oleh karena pemanasan global dan aktivitas antropogenik secara tidak langsung memberi dampak pada penurunan konsentrasi logam runutan terlarut.

Hasil kajian Lestari dkk. (2021) memperkirakan bahwa konsentrasi kadmium dan tembaga terlarut di laut mengikuti fungsi linier silikat (SiO4), nitrat (NO3), dan produktivitas primer.

Sehingga, jika produktivitas primer serta nutrien mengalami perubahan karena pemanasan global, maka konsentrasi logam runutan kadmium dan tembaga akan terdampak.

Secara keseluruhan di laut Indonesia, baik kadmium dan tembaga menunjukkan tren penurunan konsentrasi dari tahun 2012 hingga 2019.

Diperkirakan konsentrasi kadmium terlarut menurun dari 1500–2000 pmol/kg pada tahun 2012 menjadi 1000–1500 pmol/kg pada tahun 2019 untuk semua lokasi perairan laut Indonesia.

Konsentrasi tembaga terlarut menurun dari 30–35 nmol/kg pada tahun 2012 menjadi 25–30 nmol/kg pada tahun 2019. Meskipun demikian, saat ini belum diketahui dampak perubahan-perubahan tersebut terhadap produktivitas perikanan laut Indonesia.

Baca juga: Daftar Danau Terbesar di Dunia, Nomor 1 Memiliki Air Asin Seperti Laut

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com