Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Preeklamsia pada Ibu Hamil Seringkali Tak Bergejala, Kapan Harus Waspada dan Deteksi Dini?

Kompas.com - 14/10/2021, 20:45 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Preeklamsia sulit diprediksi karena seringkali muncul tak bergejala, tetapi bisa sebabkan kematian ibu dan janin.

Oleh sebab itu, ibu hamil diminta benar-benar mewaspadai hal ini dan segera lakukan deteksi dini.

"Preeklamsia sulit untuk diprediksi dan dikelola. 80 persen wanita yang dicurigai mengalami preeklamsia tidak menunjukkan gejala terkait. Makanya sering disebut silent killer (pembunuh senyap)," kata dr Aditya Kusuma selaku Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dari Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda, Selasa (12/10/2021). 

Baca juga: 7 Faktor Risiko Preeklamsia, Kondisi yang Bisa Sebabkan Kematian Ibu dan Janin

Dalam diskusi daring bertajuk Webinar Roche: Deteksi Dini Preeklamsia untuk Kurangi Risiko Kematian Ibu dan Janin, Aditya mengatakan, ada banyak pasien ibu hamil yang merasa tidak ada masalah atau keluhan apapun selama mengandung, termasuk soal pengecekan tekanan darah saat berkonsultasi dengan dokter.

Aditya bercerita, ada ibu hamil yang hasil tensinya terakhir bagus, tetapi ternyata ketika dilakukan pengecekan biomarker diketahui protein dalam urinenya tinggi, yang menandakan ibu hamil itu mengalam preeklamsia.

Pada orang dengan kondisi normal, urine yang dihasilkan pasti tidak ada kandungan proteinnya.

Dengan kondisi tersebut, tenaga medis seringkali sulit mengambil keputusan yang tepat di waktu yang tepat, sehingga meningkatkan prevalensi kematian ibu dan janin akibat preeklamsia.

"Sering juga menjadi pertimbangan para dokter, kapan waktu yang tepat (untuk ibu preeklamsia melahirkan) apakah saat ini atau bisa kita tunda, dalam artian untuk memberi waktu bayi (dalam janin) memiliki perkembangan organ yang lebih baik," ujarnya.

Sementara di lain sisi, kata dia, pertimbangan menunda kelahiran juga sangat berisiko pada ibu dan bayi nantinya.

Oleh karena itu, penting bagi ibu hamil untuk rutin melakukan pemeriksaan dini dan juga mencurigai risiko preeklamsia ketika ada beberapa gejala muncul.

Baca juga: Tingkatkan Prevalensi Kematian Ibu dan Janin, Mengapa Preeklamsia Berbahaya?

Gejala preeklamsia

Dalam pemaparannya, Aditya menjelaskan, gejala-gejala preeklamsia tidak dirasakan pada awal kehamilan dan baru terlihat saat memasuki usia kehamilan 20 minggu.

Sehingga, banyak ibu hamil yang terlambat mendapatkan penanganan yang tepat, karena baru diketahui ketika kondisi preeklamsia yang dimiliki sudah membahayakan ibu dan janin.

Preeklamsia memiliki berbagai risiko bagi ibu dan janin dalam jangka pendek ataupun panjang, misalnya persalinan prematur, berat badan bayi rendah saat lahir, placenta abruption, kejang yang dapat berkembang menjadi eklamsia, bahkan berpotensi mengakibatkan kematian.

Baca juga: Ibu Hamil dengan Preeklampsia Berat Dilarang Vaksin Covid-19, Kondisi Apa Itu?

Berikut beberapa gejala yang patut dicurigai ibu hamil mengalami preeklamsia.

- Sakit kepala yang parah

- Gangguan penglihatan

- Tekanan darah tinggi

- Naiknya berat badan dengan cepat

- Mual

- Sakit pada area abdominal

- Terdapat protein pada urin

- Bengkak pada tangan dan kaki

Selanjutnya, meskipun tidak ada gejala, ibu hamil harus rutin melakukan deteksi dini preeklamsia sejak awal kehamilan.

Sebab, jika tak ditangani segera dan usia kehamilan saat mengalami preeklamsia masih di bawah 8 bulan, akan meningkakan konsekuensi bayi prematur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com