Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Prinsip Rekayasa Genom DNA Adenovirus Vaksin AstraZeneca

Kompas.com - 31/03/2021, 18:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Ilustrasi vaksin AstraZeneca, vaksin Covid-19, vaksin virus corona. Vaksin AstraZeneca menggunakan tripsin babi dalam pembuatannya. MUI nyatakan vaksin ini halal.SHUTTERSTOCK/Elzbieta Krzysztof Ilustrasi vaksin AstraZeneca, vaksin Covid-19, vaksin virus corona. Vaksin AstraZeneca menggunakan tripsin babi dalam pembuatannya. MUI nyatakan vaksin ini halal.
KOMPAS.com - Di antara banyaknya metode atau teknologi pembuatan vaksin, AstraZeneca bekerjasama dengan Oxford University membuat produk vaksin Covid-19 dengan prinsip adenovirus.

Vaksin ini menggunakan vektor virus simpanse yang tidak bereplikasi berdasarkan versi yang dilemahkan dari virus flu biasa (adenovirus), yang menyebabkan infeksi pada simpanse.

Virologist sekaligus Dosen Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. rer. nat. apt. Aluicia Anita Artarini, menjelaskan bagaimana prinsip rekayasa genom (DNA Adenovirus) dalam pembuatan vaksin Covid-19 AstraZeneca ini.

"Ini adalah proses merekayasa virus lain (Adenovirus) untuk mencegah virus lainnya (Coronavirus SARS-CoV-2)," kata Anita dalam diskusi daring bertajuk Bagaimana Proses Pembuatan Vaksin Covid-19 dan Apa Saja yang Terkandung di dalamnya? Senin (29/3/2021).

Baca juga: 7 Fakta AstraZeneca, dari Diisukan Mengandung Tripsin Babi hingga Efek Samping

Platform vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca dengan kode AZD 1222 yang diproduksi dengan menggunakan adenovirus non-replicating sebagai vival vector antigen spike protein (S) dari virus SARS-CoV-2.

Oxford University Vaccine Center mengembangkan vaksin dengan platform adenovirus vector yang berasal dari simpanse (chimpanse adenovirus vaccine vector = ChAdOX1), yang telah dipilih sebagai teknologi paling tepat, karena mampu menimbulkan resposn imun cepat hanya dengan satu dosis. 

Vaksin tersebut memiliki sequent genetic dari surface spike protein. 

Di dalam uji model ChAdox1, setelah divaksinasi surface spike protein dari virus SAR-CoV-2 akan merangsang produksi antibodi, sehingga menimbulkan perlindungan dari paparan virus tersebut.

Kandidat vaksin ChAdoX1 yang dikembangkan tidak menyebabkan virus bereplikasi (non-replicating  virus), sehingga tidak akan menimbulkan infeksi pada mereka yang divaksinasi. 

Secara sederhananya, Anita memaparkan bahwa genom adenovirus akan dimodifikasi dengan menghilangkan Gen E1 dan E3 yang ada.

Selanjutnya, pada gen yang dihilangkan itu akan disisipkan atau ditambahkan materi genetik protein spike dari virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

"Sehingga diperoleh genom adenovirus yang sudah membawa protein spike (SARS-CoV-2)," jelasnya.

Baca juga: Vaksinasi Vaksin AstraZeneca di Sulawesi Utara Dihentikan Sementara, Apa Masalahnya?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com