Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Ungkap Obat Antidepresan Mencegah Gejala Parah akibat Infeksi Covid-19

Kompas.com - 10/03/2021, 11:05 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

Sumber Health

KOMPAS.com - Beberapa vaksin Covid-19 telah mendapat izin penggunaan darurat dan telah didistribusikan pada masayarakat dunia.

Pada saat yang sama, para ilmuwan masih terus bekerja keras untuk menemukan pengobatan bagi orang yang terinfeksi Covid-19.

Temuan terbaru adalah obat generik fluvoxamine, yang telah menunjukkan potensi sangat besar.

Baca juga: Data Uji Obat Covid-19 Oral Farmasi Jerman Beri Hasil Menjanjikan

Obat ini dikembangkan 40 tahun yang lalu sebagai antidepresan. Menurut National Alliance on Mental Illness (NAMI), fluvoxamine - yang juga dikenal sebagai Luvox - digunakan terutama untuk mengobati gangguan obsesif-kompulsif (OCD).

Kini para peneliti mengamati lebih dekat bagaimana obat itu, bisa menjadi perawatan penting untuk mencegah pasien yang dites positif Covid-19 mengembangkan gejala parah akibat infeksi.

Angela Reiersen, MD, psikiater anak di Universitas Washington di St. Louis dan rekan penulis studi mengenai penggunaan fluvoxamine pada pasien Covid-19, menjelaskan dirinya pertama kali mendapat gagasan bahwa obat tersebut berpotensi mengobati Covid-19, setelah melihat penelitian bahwa fluvoxamine mencegah sepsis pada tikus.

"Saya pikir, saya perlu mencari tahu apakah kita dapat menggunakan fluvoxamine untuk mengobati Covid-19 dan mencegah kerusakan klinis itu," kata Dr. Reiersen.

Dr. Reiersen dan rekan-rekannya — termasuk Eric Lenze, MD, sesama psikiater di Universitas Washington yang juga mengkhususkan diri dalam menemukan penggunaan baru untuk obat-obatan yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) - melakukan pemeriksaan klinis acak uji coba pada pasien Covid-19 dan fluvoxamine.

Studi yang telah diterbitkan dalam Journal of American Medical Association (JAMA) pada November 2020 ini menemukan, bahwa peserta dengan gejala Covid-19 yang diobati dengan fluvoxamine memiliki kemungkinan lebih rendah mengalami ‘kerusakan klinis’ dibandingkan mereka yang diberi plasebo.

"Hasilnya sungguh luar biasa. Dari 80 orang yang menerima fluvoxamine, kondisinya tidak ada yang memburuk dibandingkan 8% dari orang yang mendapat placebo,” kata Dr. Lenze.

Meski demikian, menurutnya penelitian ini baru pendahuluan. Para peneliti menyatakan, diperlukan lebih banyak penelitian untuk menentukan "kemanjuran klinis" obat tersebut pada pasien Covid-19.

Kabar baiknya, penelitian itu memicu lebih banyak penelitian tentang peran fluvoxamine dalam mencegah penyakit serius, pada mereka yang terinfeksi Covid-19.

David Seftel, MD, seorang dokter di Berkeley, California, memilih untuk menawarkan resep 15 hari pada pasien Covid-19 yang ditanganinya.

Sebagai informasi, menggunakan obat resep yang belum disetujui oleh FDA untuk kondisi medis tertentu, adalah praktik medis yang bisa diterima, asalakan pasien menyetujuinya.

Hasil studi Dr. Seftel, yang dipublikasikan di Open Forum Infectious Diseases menunjukkan bahwa, dari 65 pasien yang memilih untuk menggunakan fluvoxamine, tidak ada yang dirawat di rumah sakit, sedangkan dari 48 pasien ang menolak resep tersebut, 12,5% berakhir dirawat di rumah sakit, dan satu meninggal dunia.

Baca juga: Ahli Temukan 2 Obat yang Bisa Selamatkan Nyawa Pasien Covid-19

Halaman:
Sumber Health
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com