Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta Suara Dentuman di Bali, Mirip Kejadian di Bone 2009

Kompas.com - 26/01/2021, 17:26 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Suara dentuman misterius di Bali sempat menghebohkan warga sekitar dan netizen, karena beredar di media sosial.

Tepatnya pada tanggal 24 Januari 2021 sekitar pukul 11 WITA, sejumlah warga Buleleng, Provinsi Bali melaporkan adanya jejak cahaya di langit serta suara dentuman yang terdengar cukup jelas.

Terkait beredarnya informasi adanya suara dentuman kuat di Bali itu, maka sejumlah pihak mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik suara dentuman kuat tersebut.

Baca juga: Menyingkap Meteor-Sangat Terang di Balik Dentuman Misterius Bali

Berikut 5 fakta terkait dentuman di Bali, Minggu 24 Januari 2021.

1. Bukan gempa bumi

Badan Meteorologi Klimatologi dan Gefisika (BMKG) segera memeriksa sinyal seismik, khususnya terhadap sinyal seismik dari sensor di wilayah Bali.

Hasil monitoting BMKG menunjukkan adanya anomali sinyal seismik yang tercatat pada sensor seismik Singaraja (SRBI) pada pukul 10.27 WITA atau 9.27 WIB.

Rekaman seismik ini memiliki durasi sekitar 20 detik.

"Melihat anatomi seismogramnya, tampak bahwa sinyal seismik tersebut bukanlah merupakan sinyal gempa bumi tektonik," kata Daryono, Kepala Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG dalam keterangan resminya, Minggu (24/1/2021).

Kekuatan getaran dari dentuman yang terjadi berdasarkan sinyal seismik BMKG memformulaiskan, bahwa magnitudo gelombang gempa akan dihasilkan kekuatan 1,1 magnitudo lokal.

Namun sebagai tambahan informasi, sejak pukul 08.00 hingga 12.00 WITA tidak ada aktivitas gempa di wilayah Bali.

"Sehingga dipastikan anomali gelombang seismik tersebut bukan aktivitas gempa tektonik," ujarnya.

Baca juga: Sensor BMKG Tangkap Suara Dentuman di Bali, tapi Bukan Aktivitas Gempa

2. Diduga berasal dari meteor

Astronom sekaligus Peneliti Madya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Dr Rhorom Priyatikanto mengatakan, bahwa sistem pemantauan orbit.sains.lapan.go.id menyampaikan tidak ada hal yang menunjukkan adanya benda artifisial atau sampah antariksa yang diperkirakan melintas rendah atau jatuh di wilayah Indonesia.

Hal ini memperbesar kemungkinan, bahwa kejadian yang teramati di Buleleng berkaitan dengan benda alamiah.

Rhorom menjelaskan bahwa meteor berukuran besar atau juga dikenal sebagai bolide (fireball) bisa jadi masuk ke atmosfer, terbakar, dan jatuh di dekat Buleleng.

"Dalam prosesnya, meteor tersebut dapat memicu gelombang kejut hingga suara dentuman yang bahkan terdeteksi oleh sensor gempa," kata Rhorom dalam keterangan resminya, Senin (25/1/2021).

Perlu diketahui bahwa pada tahun 2021 ini, sudah ada sekitar 40 ketampakan meteor besar (fireball) di berbagai belahan Bumi.

Internasional Meteor Organization (IMO) menerima dan mencatat laporan akan ketampakan fireball dengan cukup baik.

"Beberapa kejadian disertai dengan suara dentuman yang terdengar cukup jelas," ujarnya.

3. Tidak ada papasan asteroid

Minor Planet Center (MPC) yang dikelola oleh International Astronomical Union (IAU) tidak mengumumkan adanya papasan dekat asteroid dengan potensi bahaya.

Rhorom menjelaskan, pada tanggal 24 Januari 2021, terdapat setidaknya 3 asteroid berdiameter kurang dari 100 meter yang melintas dengan jarak minimum berapa kali lipat jarak antara Bumi-Bulan.

"Bila memang apa yang terjadi di Buleleng merupakan jatuhnya meteor berukuran besar, maka objek tersebut tidak berasosiasi dengan asteroid yang terdeteksi dan terkatalogkan sebelumnya," kata dia.

Baca juga: 12 Hujan Meteor yang Bisa Diamati dari Langit Indonesia Sepanjang 2021

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com