KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu ada pemberitaan 33 orang lanjut usia (lansia) di Norwegia meninggal dunia. Kebetulan, mereka meninggal usai menerima vaksin Covid-19 buatan Pfizer-BioNTech.
Berkaitan dengan hal ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) angkat bicara.
WHO menegaskan, hingga saat ini tidak ada bukti bahwa penyebab kematian adalah vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech.
Dalam rilis WHO yang terbit Jumat (22/1/2021), subkomite keamanan vaksin Covid-19 GACVS bertemu secara virtual pada Selasa (19/1/2021) untuk meninjau informasi dan data yang tersedia tentang kematian lansia usai menerima vaksin Covid-19 mRNA buatan Pfizer BioNTech, BNT162b2.
Baca juga: Menyanggah Kebijakan Prioritas Vaksin Covid-19 untuk Umur 18-59 Tahun
Para ahli yang diundang dalam acara tersebut, dari European Medicines Agency (EMA) dan Uppsala Monitoring Center (UMC), memberi gambaran umum tentang kematian yang dilaporkan di Eropa dan database global WHO (VigiBase) setelah vaksinasi BNT162b2.
Berdasarkan tinjauan ilmiah yang cermat terhadap informasi tersebut, subkomite memiliki beberapa kesimpulan.
Salah satunya, tidak ada bukti bahwa kematian tak terduga pada lansia merupakan efek samping setelah pemberian vaksin BNT162b2.
"Laporan itu sejalan dengan tingkat kematian, peyebab kematian pada masing-masing individu lansia, dan informasi yang tersedia. Data-data tersebut tidak mengkonfirmasi peran vaksin dalam kejadian fatal yang dilaporkan (kematian pada lansia)," tulis WHO dalam siaran persnya.
Mengingat hal ini, WHO menganggap bahwa keseimbangan manfaat-risiko vaksin BNT162b2 tetap menguntungkan pada lansia.
Oleh sebab itu, hingga saat ini tidak ada revisi apa pun terhadap rekomendasi WHO seputar keamanan vaksin Covid-19 tersebut.
Diberitakan sebelumnya, dari 33 orang berusia di atas 75 tahun yang meninggal setelah menerima vaksin Covid-19 sudah memiliki penyakit bawaan (komorbid) yang serius.
"Kami tidak bisa mengatakan bahwa orang meninggal karena vaksin," kata direktur medis Norwegian Medicines Agency (NOMA), Steinar Madse seperti dilaporkan Bloomberg.