Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Peluang Keberhasilan Program Vaksinasi Covid-19

Kompas.com - 12/01/2021, 16:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Suhartono Chandra

PROGRAM vaksinasi Covid-19 di Indonesia akan segera dimulai. Semua persiapan menjelang vaksinasi sudah dilakukan oleh pemerintah.

Tiga juta dosis vaksin Sinovac sudah tiba di Indonesia. Di antaranya, yaitu 1,2 juta dosis, juga sudah didistribusikan ke 34 provinsi.

Sertifikat halal dari MUI pun sudah terbit. Jika tidak ada halangan, izin edar darurat dari BPOM juga akan keluar sebelum pelaksanaan vaksinasi yang direncanakan dimulai pada 13 Januari 2021.

Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting yang dilansir pada 22 Desember 2020 mencatat mayoritas warga (67 persen) tentang rencana vaksinasi.

Namun, baru 37 persen masyarakat yang menyatakan bersedia divaksin. Sekitar 40 persen masih pikir-pikir. Sedangkan 17 persen tegas menolak.

Baca juga: BPOM Sebut Efikasi Vaksin Sinovac 65,3 Persen, Apa Itu Efikasi?

Padahal, herd immunity baru bisa dicapai jika 70 persen populasi diberi vaksin. Bagaimana peluang keberhasilan program vaksinasi Covid-19 secara nasional?

Tulisan ini, membahas peluang keberhasilan program nasional vaksinasi Covid-19 dengan pendekatan teori difusi inovasi.

Teori difusi inovasi

Teori difusi inovasi yang dikembangkan oleh Profesor Everett M Rogers. Pertama kali dipublikasikan pada 1962 melalui bukunya "Diffusion of Innovations". Teori tersebut menjelaskan bagaimana sebuah inovasi dapat menyebar.

Pada awalnya teori itu terkait dengan bidang agrikultural yang ditekuninya. Teori difusi inovasi berkembang luas sejalan dengan perkembangan riset-riset di bidang difusi inovasi selama empat puluh tahun sesudahnya.

Saat ini aplikasi teori tersebut menjangkau banyak bidang. Sebut saja di antaranya sosiologi, pemasaran, komunikasi, dan kesehatan publik.

Menurut Rogers, "Diffusion is the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system."

Dari definisi di atas ada empat elemen dalam difusi, yaitu; inovasi, kanal, waktu, dan sistem sosial.

Inovasi adalah sebuah ide, gagasan, atau obyek yang dipersepsikan sebagai sesuatu yang baru bagi individu. Dalam hal ini adalah vaksinasi Covid-19 (selanjutnya dalam tulisan ini, penulis mengartikan kata inovasi adalah vaksinasi Covid-19).

Inovasi menyebar melalui kanal-kanal komunikasi (media massa atau komunikasi antar personal termasuk media sosial).

Waktu merupakan elemen yang penting, karena difusi adalah sebuah proses yang terbuka sepanjang waktu.

Waktu juga penting untuk mengukur laju kategori kelompok individu yang mengadopsi sebuah inovasi pada kurun waktu tertentu.

Sedangkan sistem sosial, didefinisikan sebagai kumpulan dari individu yang saling terhubung dan terlibat dalam sebuah pemecahan masalah yang akan dicapai. Masalah kita adalah pandemi Covid-19. Pemecahan masalah yang akan dicapai adalah herd immunity.

Dalam sistem sosial terdapat dua struktur yang berbeda, yaitu struktur sosial dan stuktur komunikasi. Struktur sosial mempengaruhi difusi melalui nilai, norma, peran, dan hirarki.

Adapun struktur komunikasi menentukan bagaimana pesan mengalir melalui sistem sosial. Kesediaan Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang divaksinasi merupakan keputusan yang sangat tepat karena budaya kita yang paternalistik.

Kelompok adopter inovasi/kebaruan

Rogers membagi mereka yang mengadopsi inovasi (adopter) menjadi lima kelompok. Hasil penelitiannya menemukan bahwa terhadap sebuah inovasi/kebaruan selalu saja ada individu-individu yang segera mengadopsinya. Kelompok tersebut dinamakan innovator, yang jumlahnya 2,5 persen dari target populasi.

Setelah itu akan diikuti oleh kelompok individu yang disebut early adopter, yang jumlahnya mencapai 13,5 persen. Mereka biasanya adalah figur publik, pesohor atau pemimpin informal.

Berikutnya adalah kelompok yang disebut early majority, sebanyak 34 persen. Kelompok ini umumnya para pengikut dari early adopter atau individu yang termotivasi mengadopsi kebaruan karena sudah melihat manfaat yang diterima kelompok early adopter.

Menyusul kemudian adalah kelompok late majority, sebanyak 34 persen juga. Namun, tetap saja ada kelompok individu yang masih enggan mengadopsi kebaruan. Jumlahnya mencapai 16 persen yang disebut laggard.

Untuk mencapai herd immunity jumlah penduduk yang mendapat vaksinasi sekurang-kurangnya mencapai 70 persen penduduk. Jumlahnya 182 juta.

Kelompok innovator dimotori oleh Presiden Joko Widodo dan sejumlah selebriti, seperti dr Tirta, Raffi Ahmad, dan Bunga Citra Lestari.

Tenaga kesehatan, TNI dan Polri, aparat hukum, tenaga pendidik, tokoh agama, aparatur pemerintah merupakan bagian dari tahap pertama program vaksinasi Covid-19. Jumlahnya mencapai 40-an juta penerima vaksinasi atau sekitar 22 persen dari target 182 juta penduduk.

Baca juga: BPOM: Efek Samping Vaksin Covid-19 CoronaVac Bersifat Ringan hingga Sedang

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com