Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/12/2020, 20:30 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com- Alam semesta selalu digambarkan sebagai ruang yang sangat gelap. Setidaknya itulah yang selama ini dikemukakan para astronom.

Dikutip dari New York Times, Selasa (8/12/2020), Ton Lauer, dari National Optical-Infrared Astronomy Research Laboratory di Tucson, Arizona mengatakan bahwa alam semesta tak sepenuhnya gelap, dan kita belum sepenuhnya mengetahui terdiri dari apa saja alam semesta itu.

"Ada sesuatu di luar sana yang tidak diketahui," kata Dr Lauer.

Sejauh 4 miliar mil dari matahari, jauh dari planet-planet terang dan cahaya yang dihamburkan oleh debu antarplanet, Dr Lauer dan timnya berharap ada ruang kosong yang dua kali lebih terang.

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Teleskop Radio, Cara Dunia Mengenal Alam Semesta

Penjelasan yang paling mungkin yakni, bahwa ada lebih banyak galaksi atau gugus bintang yang sangat redup yang berkontribusi pada cahaya latar alam semesta daripada yang ditunjukkan oleh model mereka.

Namun, spekulasi yang muncul selama ini adalah keberadaan materi gelap yang dianggap menyebabkan alam semesta tampak diselimuti kegelapan.

Alam semesta dianggap dipenuhi dengan 'materi gelap', yang substansi pastinya tidak diketahui, tetapi gravitasinya membentuk kosmos yang terlihat.

Baca juga: Google Map Alam Semesta, Ilmuwan Gunakan Teleskop Ini Petakan Jutaan Galaksi

Beberapa teori menyatakan bahwa materi tersebut bisa jadi partikel awal subatom eksotis yang runtuh secara radioaktif atau bertabrakan dan memusnahkan dirinya sendiri dalam kilatan energi yang menambah cahaya universal.

Dr Lauer dan timnya mencoba keluar meninggalkan spekulasi materi gelap tersebut.

"Pekerjaan kami hanya berkaitan dengan mengukur tingkat fluks itu sendiri. Sebagai pengamat, kami menawarkan ini untuk mereka yang dapat mengetahui apa yang harus dilakukan dengannya," jelas Dr Lauer.

Pada November lalu, Marc Postman, astronom di Space Telescope Science Institute di Baltimore, sekaligus penulis utama laporan tersebut mengatakan bahwa penting dilakukan untuk mendapatkan perkiraan kandungan energi total alam semesta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com