Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Pentingnya Jamur untuk Ketahanan Pangan di Masa Pandemi Covid-19

Kompas.com - 10/11/2020, 20:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Dr. Iwan Saskiawan

ORGANISASI pangan dan pertanian dunia (FAO) menetapkan bahwa setiap tanggal 16 Oktober diperingati sebagai hari pangan sedunia. Tahun ini, hari pangan sedunia tersebut diperingati di tengah pandemi Covid -9 yang belum bisa diprediksi kapan akan berakhir.

FAO melaporkan bahwa sekitar 135 juta orang di bumi mengalami ancaman ketahanan pangan dan kelaparan akibat resesi ekonomi yang dipicu oleh pandemi. Bahkan entah sengaja atau tidak, Program Pangan Dunia (WFP) telah memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian 2020 atas upayanya dalam memerangi kelaparan dan kerawanan pangan di seluruh dunia.

Untuk kasus di Indonesia, pandemi Covid-19 menyadarkan kita tentang sistem pangan yang masih tergantung kepada impor.

Apalagi dengan disahkannya RUU Cipta Kerja yang dinilai mempermudah impor pangan seperti pada pasal 64 RUU yang menjadikan impor sebagai sumber pangan setara dengan dua sumber lainnya, yaitu produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional.

Padahal UU no. 19 tahun 2013 (Perlindungan dan pemberdayaan petani) pasal 15 menyebutkan bahwa pemerintah wajib mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional (Harian Kompas, 17 Oktober 2020).

Untuk mempertahankan ketahanan pangan di Indonesia, mau tidak mau kita harus berpaling kembali kepada pengembangan potensi keragaman sumber pangan lokal.

Indonesia pada pertengahan tahun '80-an sebenarnya pernah menjadi produsen jamur terbesar di dunia untuk jenis jamur champignon (Agaricus sp) atau yang lebih dikenal dengan jamur kancing. Produksi jamur kancing saat itu merupakan industri padat modal dengan menggunakan teknologi tinggi untuk diekspor ke luar negeri dalam bentuk jamur kalengan.

Kejayaan industri jamur kancing di Indonesia tersebut berakhir pada tahun 2003 yang diduga disebabkan karena kesalahan manejemen dan tumbuhnya industri jamur kancing di China. Setelah itu, budidaya jamur pangan di Indonesia dilakukan pada skala industri yang lebih kecil, baik untuk jamur kancing dan skala usaha kecil dan menengah (UKM) untuk beberapa jenis jamur lain yang hasilnya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal.

Sesuai SK Menteri Pertanian No. 511 Tahun 2006, ada enam jenis jamur yang menjadi komoditas binaan Direktorat Jenderal Hortikultura, yaitu jamur merang (Volvariella volvacea), jamur tiram (Pleurotus sp) yang terdiri dari beberapa jenis, jamur kuping (Auricularia sp), jamur kancing (Agaricus sp), jamur lingzhi (Ganoderma sp) dan jamur shiitake (Lentinula edodes).

Jamur pangan sebenarnya merupakan mikroorganisme yang menghasilkan tubuh buah yang berukuran makroskopis dan menjadi fase dari dari siklus hidup jamur tersebut.

Jamur adalah organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Jamur menghasilkan enzim yang dapat memotong-motong senyawa yang ada di lingkungannya sehingga menjadi senyawa sederhana yang dapat diserap jamur untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.

Budidaya jamur pangan menurut sudut pandang ilmu biologi adalah menumbuhkan jamur yang dapat dikonsumsi dengan memenuhi kebutuhan berdasarkan karakter biologi jenis jamur yang meliputi mikroklimat (suhu, kelembaban, cahaya dan lain-lain) dan juga kebutuhan nutrisi jamur tersebut yang disiapkan di dalam media tanam melalui proses fermentasi substrat padat (pengomposan).

Sedangkan dari sudut pandang ilmu biokimia, pembentukan tubuh buah pada jamur pangan adalah proses biokonversi dari senyawa lignoselulosa yang terdapat pada media tanam jamur pangan menjadi tubuh buah yang berukuran makroskopis.

Dalam budidaya jamur pangan nilai biokonversi ini diwujudkan dalam nilai Efisiensi Biologi (EB) yang bisa disebut dengan nilai produktivitas jenis jamur tersebut. EB dihitung dengan membagi berat tubuh buah yang dihasilkan dibagi bobot media tanam dan dikalikan seratus persen.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com