Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO Wajibkan 1 Dosis Vaksin Suntik Polio, Ahli Minta Tambah 1 Dosis Lagi

Kompas.com - 04/11/2020, 19:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Stratefic Advisory Group of Experts, merekomendasikan semua negara untuk memasukkan setidaknya satu dosis vaksinasi inactivated polio vaccine (IPV) - vaksin polio suntik ke dalam program vaksinasi rutin polio.

Kendati Indonesia telah dinyatakan bebas polio sejak tahun 2014, tetapi upaya vaksinasi untuk eradikasi semua virus polio dinilai masih sangat perlu dilakukan secara berkelanjutan.

DR Dr Eddy Fadlyana SpA(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) RS Hasan Sadikin Bandung menyampaikan, vaksinasi merupakan tindakan yang paling efektif dalam mencegah penyakit polio.

Penyakit polio sebagai penyakit yang sangat menular, tidak hanya dapat menyebabkan lumpuh layu hingga kelumpuhan, melainkan juga bisa merusak motor neuron pada cornu anterior dari sumsum tulang belakang akibat infeksi virus polio, dan bisa berujung pada kematian.

Baca juga: Indonesia Bebas Polio sejak 2014, Kenapa Masih Tetap Ada Vaksinasi?

Namun, vaksinasi polio ini juga terus dikembangkan untuk mendapatkan manfaat yang efektif tanpa potensi efek samping yang berbahaya, seperti pada vaksinasi polio secara oral.

Eddy menjelaskan, berdasarkan strategi endgame polio secara global, saat ini sedang dikembangkan dan terus dikaji perihal vaksin polio melalui injeksi atau suntikan, supaya pada saat data validasi telah didapatkan, vaksin suntik ditargetkan dapat menggantikan vaksin oral polio seutuhnya nanti.

Hal ini dikarenakan, dalam kajian sejauh ini, injection poliovirus vaccine (IPV) atau vaksin polio injeksi ternyata lebih baik daripada oral vaksin polio.

Sebab, pecegahan penyakit polio dengan OPV (Oral Poliovirus Vaccines) memiliki kemungkinan kejadian virus polio yang hanya dilemahkan itu dapat bermutasi pada kondisi terntentu, seperti orang yang imunnya lemah, alergi, ataupun autoimun.

Bahkan, pada beberapa kasus, kata Eddy, kemungkinan mutasi virus polio dari oral vaksin ini terjadi ketika secara tidak sengaja sisa vaksin oral tersebut dibuang sembarangan.

Lantas, saat di lingkungan itu virus yang dilemahkan dalam vaksin tersebut bertemu dengan entro-virus lainnya, bisa menjadi strain dan berpotensi ganas.

Alhasil, jika menginfeksi orang yang belum pernah divaksinasi polio sebelumnya, maka bisa jadi serangan virus akan meningkatkan morbility atau kesakitan pada orang itu.

"(Infeksi polio) bisa menimbulkan kelumpuhan pada orang imun lemah," kata Eddy.

Sebagai informasi, berdasarkan strategi endgame polio di Indonesia, sejak tahun 2016 imunisasi telah dialihkan dari tOPV (trivalent oral polio vaccin) menjadi bOPV (bivalent oral polio vaccine) dengan target anak usia 0-59 bulan, yang berisi tipe 1 dan 3, dan dilanjutkan dengan mengenalkan IPV ke dalam program imunisasi.

Studi vaksin suntik (injection poliovirus vaccine/IPV)

Eddy menjelaskan, berdasarkan studi yang mereka lakukan, uji coba vaksin bOPV yang diberikan bersamaan dengan vaksin Penta DPT Combo, serta satu dosis IPV pada kunjungan ke-4 memiliki banyak sekali efikasi yang baik bagi tubuh anak.

Hasil uji coba yang dilakukan menunjukkan, tidak ada efek samping yang parah dan reaksi sistematik atau umumnya ringan selama 1-28 hari periode pasca vaksinasi.

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Sebelum Corona, Ventilator Selamatkan Pasien Polio

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com