Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Cegah Pandemi Baru, Konsep One Health Harus Diutamakan

Kompas.com - 30/10/2020, 09:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Eric Muraille dan Jacques Godfroid

ONE Health” adalah sebuah konsep, strategi, dan tujuan. “One Health” secara bertahap masuk dalam ilmu pengetahuan, kedokteran hewan, dan ilmu biomedis.

Konsep ini sekarang mendominasi komunikasi dari organisasi-organisasi kesehatan publik dunia seperti Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), Badan Pangan Dunia (FAO), Badan Kesehatan Dunia (WHO), dan Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (CDC).

Meski demikian, “One Health” masih kurang diketahui oleh publik dan jarang dimasukkan ke dalam proses pembuatan kebijakan oleh pemerintah.

Konsep ini mewakili perubahan paradigma yang sungguh-sungguh, dan bisa membuat kita lebih mengerti, mengantisipasi, dan mengelola penyebaran pandemi baru.

Interkoneksi makhluk hidup.

Istilah “satu pengobatan” diperkenalkan sejak 1984 oleh Calvin Schwabe, seorang ahli epidemiologi dari AS.

Ia ingin menekankan hubungan antara hewan dan pengobatan manusia, sekaligus menunjukkan pentingnya kolaborasi antara dokter hewan dan para dokter untuk mengendalikan penyebaran infeksi.

Dari 1407 patogen yang menulari manusia, 58% berasal dari hewan, seperempat dapat menjadi sumber transmisi epidemik atau pandemik, seperti virus influenza dan Ebola.

Selain itu, 75% dari penyakit menular baru bersumber dari hewan.

Pemahaman dan pengelolaan atas kumpulan hewan pembawa penyakit menular, dan juga atas jalur penularan mereka dan adaptasi ke manusia, penting untuk pengendalian zoonosis dan epidemi di masa depan.

Maka, muncul minat dalam EcoHealth, sebuah disiplin baru yang menggabungkan ilmu ekologi, epidemiologi, dan biomedis.

Gangguan dalam interaksi yang dinamis antara populasi manusia, agen infeksi, kumpulan hewan pembawa penyakit, dan terkadang vektor serangga, biasanya memicu epidemi dari zoonosis.

Dengan membedakan habitat atau kelimpahannya, perubahan yang dilakukan terkait lingkungan, iklim, dan sosial ekonomi dapat, misalnya, mengubah kemungkinan interaksi antara setiap populasi.

Lebih lagi, pembawa virus menular, dan khususnya virus RNA, berkembang sangat pesat.

Mereka dapat beradaptasi dengan inang-inang baru jika mereka sering melakukan kontak dengan inang-inang baru itu sehingga menciptakan jaringan interaksi baru.

Perburuan, deforestasi, iklim, dan epidemi

Hubungan antara intrusi manusia ke suatu ekosistem dan munculnya epidemi tergambarkan dalam kasus human immunodeficiency virus (HIV), yang telah merenggut lebih dari 32 juta manusia antara 1981 hingga 2018.

Kemunculan virus ini mungkin terjadi akibat meningkatnya perburuan dan konsumsi daging simpanse di wilayah Kinshasa (Republik Demokratik Kongo) pada tahun 1920-50: meningkatnya kontak antara manusia dengan primata yang terinfeksi dengan simian immunodeficiency viruses telah membuat adaptasi patogen ini ke manusia.

Penyakit Lyme juga dapat dijadikan contoh.

Patologi ini, yang memperlihatkan hubungan antara perubahan keanekaragaman hayati dan epidemi, disebabkan oleh bakteri Borrelia burgdorferi, melalui gigitan kutu.

Di alam, kutu banyak memakan vertebrata.

Beberapa di antaranya, seperti tupai dan rusa, sebenarnya tahan terhadap infeksi. Sementara, seperti tikus, sangat rentan.

Akibat efek dilusi (dilution effect), hanya sedikit kutu yang terinfeksi di hutan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com