Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Screening Terhenti karena Covid-19, Kematian Kanker Serviks Diduga Naik

Kompas.com - 02/10/2020, 09:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Belinda Rina Marie Spagnoletti, Ardhina Ramania, Hanum Atikasari dan Linda Rae Bennett

SEBELUM wabah Covid-19, setiap hari 50 perempuan di Indonesia meninggal akibat kanker serviks. Kanker reproduksi perempuan ini paling mematikan di negeri ini karena kerap kali terlambat dideteksi dan diobati.

Padahal, pertumbuhan sel-sel kanker di leher rahim ini dapat dicegah dengan vaksinasi Human Papillomavirus (HPV) dan dapat diobati jika terdiagnosis pada stadium awal.

Kini risiko kematian akibat kanker ini kemungkinan meningkat karena sejumlah layanan kesehatan untuk mendeteksi kanker serviks dihentikan dan dikurangi kapasitasnya guna menekan risiko penularan virus corona. Akses perempuan ke layanan kesehatan makin sulit dan dampaknya pendeteksian kanker makin lambat dan pengobatannya juga terhambat.

Riset kami, tim dari Pusat Kesehatan Reproduksi Universitas Gadjah Mada dan Nossal Institute for Global Health the University of Melbourne, menunjukkan meski terdapat upaya mempertahankan pelayanan pengobatan kanker serviks di Jakarta selama tujuh bulan terakhir sejak wabah Covid, jumlah pasien yang mencari pengobatan menurun karena kesulitan mengakses pengobatan, pembatasan perjalanan dan kekhawatiran tertular Covid-19.

Yayasan Kanker Indonesia dan sejumlah rumah sakit, misalnya, yang menjadi responden riset ini, terpaksa mengurangi kapasitas layanan pendeteksian kanker dan layanan vaksinasi HPV.

Layanan berkurang drastis

Riset ini merupakan bagian dari penelitian kerja sama empat tahun (2018-2022) tentang pengalaman perempuan yang terkena kanker serviks dan respons Indonesia terhadap pengendalian kanker serviks.

Selama pandemi, tim peneliti telah mewawancarai 23 responden secara daring dari sektor kesehatan dan organisasi komunitas di Jakarta.

Jauh sebelum serangan Covid-19, masalah utama upaya pencegahan kanker serviks di Indonesia, sama seperti kebanyakan negara di Asia (kecuali Malaysia dan Bhutan), adalah vaksinasi HPV belum menjadi program imunisasi nasional.

Biaya vaksinasi HPV relatif mahal – sekitar Rp 1 juta per suntik. Masalah harga ini menjadikan vaksinasi tersebut sulit dijangkau oleh kebanyakan perempuan Indonesia.

Indonesia memiliki program nasional penapisan (screening) kanker serviks dengan target perempuan usia 30-50 tahun. Namun, pada 2014-2018, total target populasi yang melakukan penapisan masih kurang dari 8%, jauh dari target penapisan dari total perempuan usia 30-50 tahun sebesar 50%.

Wabah Covid-19 menyebabkan keadaan bertambah buruk.

Setelah pemerintah pusat menyatakan Covid-19 sebagai bencana nasional pada pertengahan April, Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Jakarta menghentikan aktivitas klinik selama tiga bulan sejak pertengahan Maret. Ini berarti layanan vaksinasi HPV dan penapisan kanker serviks menjadi tidak tersedia.

Selain itu, lebih dari dua per tiga anggaran tahunan pemerintah provinsi untuk kegiatan YKI Jakarta dihilangkan. Akibatnya, staf YKI Jakarta yang berjumlah sekitar 30 orang harus dipangkas setengahnya dan kuota pap smear gratis tahunan dikurangi dari 4.000 menjadi 1.000 pemeriksaan saja.

Layanan kunjungan rumah (home care) untuk perawatan paliatif, perawatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang kankernya tidak bisa disembuhkan (stadium 4), juga ditangguhkan sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com