Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Pendekatan Kultural dalam Pencegahan Pandemi Tahun 1920

Kompas.com - 12/08/2020, 18:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Nazarudin

PANDEMI masih berlangsung di Indonesia dan sudah ada banyak laporan yang menyatakan angka-angka jumlah orang yang terinfeksi virus Covid-19 ini. Hingga saat ini, jumlah korban masih terus bertambah dari hari ke hari.

Salah satu pendekatan yang ternyata dinilai cukup efektif sebagai langkah penanggulangan pandemi ini adalah pendekatan berbasis literasi. Meskipun sudah ada beberapa pihak yang melakukan hal ini; namun di Indonesia sendiri, gerakan ini belum menjadi perhatian.

Salah satu yang menurut saya cukup menarik untuk diangkat di sini adalah gerakan yang dilakukan oleh Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital). Japelidi membuat semacam gerakan literasi melalui penerjemahan informasi pencegahan Covid-19 ke dalam 44 bahasa daerah.

Japelidi, author provided Japelidi membuat semacam gerakan literasi melalui penerjemahan informasi pencegahan covid19 ke dalam 44 bahasa daerah.

Melihat sejarahnya, cara semacam ini sebenarnya dinilai cukup efektif jika benar-benar dilakukan secara massif. Dulu, Balai Pustaka sebenarnya sudah pernah menjadi salah satu corong utama penyebaran informasi untuk penanggulangan wabah.

Pada tahun 1920, Balai Pustaka menerbitkan dua buah buku (setidaknya itu yang berhasil ditemukan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda) tentang wabah flu Spanyol yang dulu sempat menyebar di dunia.

Kedua buku itu terbit pada tahun yang sama, namun ditulis dengan dua bahasa dan dua aksara yang berbeda. Bahkan, cerita dan penokohannya pun berbeda. Yang sama hanyalah pesan utama mengenai upaya pencegahan dan pengobatan terhadap wabah tersebut yang disampaikan dalam kedua buku itu.

Buku pertama berjudul Lelara Influenza yang ditulis menggunakan bahasa Jawa dengan aksara Jawa, sementara buku berikutnya diberi tajuk Awas! Penjakit Influenza yang ditulis dengan menggunakan aksara Latin dan berbahasa Melayu.

Melalui tulisan ini, kita akan menelisik lebih dalam buku yang berbahasa Melayu untuk melihat bagaimana bahasa dan budaya digunakan untuk mengomunikasikan tentang pencegahan wabah flu pada masa itu.

Kedua buku ini cukup tipis, buku yang berbahasa Jawa terdiri atas 52 halaman dan buku yang berbahasa Melayu terdiri atas 14 halaman. Yang menarik dari kedua buku tersebut adalah keduanya menyampaikan informasi terkait dengan penyebaran flu pada masa itu menggunakan narasi yang sederhana dan mudah dimengerti oleh orang banyak.

Dalam buku Lelara Influenza, misalnya, tokoh yang digunakan dalam narasi adalah punakawan karena tokoh punakawan ini dianggap lebih dekat secara kultural dengan masyarakat Jawa. Sebaliknya, di dalam buku Awas! Penjakit Influenza, tokoh yang dipakai adalah si Pandjang dan si Gendoet yang diilustrasikan juga cukup dekat secara kultural dengan realitas sosial masyarakat pada masa itu.

Hal ini menarik karena melalui kedua buku ini, kita diperlihatkan dengan fakta sejarah bahwa sejak dulu, pendekatan kultural terhadap penanganan wabah sudah pernah dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Pendekatan ini pun dianggap sebagai pendekatan yang cukup efektif pada masa itu.

Buku Awas! Penjakit Influenza dimulai dengan nasihat si Pandjang untuk para pembaca tentang bagaimana cara menegah dan memberikan pertolongan pertama jika terinfeksi oleh influenza. Nasihat dimulai dengan “Kata si Pandjang” yang diikuti dengan 11 butir tindakan yang sebaiknya diperhatikan dan dilakukan oleh masyarakat.

Awas! Penjakit Influenza terbitan Balai Pustaka (1920), Author provided Buku Awas! Penjakit Influenza dimulai dengan nasihat si Pandjang untuk para pembaca

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com