Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Superspreader, Kemampuan Menularkan Virus Corona Lebih Banyak Dibanding Orang Lain

Kompas.com - 23/07/2020, 11:13 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Angka penularan virus corona belum berhenti di dunia, termasuk di Indonesia dan Australia. Kini mulai diketahui sejumlah orang bisa menyebarkan virus ke lebih banyak orang dibandingkan yang lain.

Mereka ini disebut sebagai 'superspreader' dan bisa menciptakan klaster wabah yang besar.

Contoh yang banyak disebut di Australia adalah saat seorang pria asal Melbourne yang mengunjungi Crossroads Hotel di Sydney, kemudian menyebarkan virus ke 40 orang lainnya.

Seorang karyawan di rumah perawatan lansia Newmarch House di Sydney juga menjadi contoh lainnya, setelah membuat tempat tersebut menjadi klaster baru dan 19 penghuninya meninggal.

Sampai sekarang masih belum jelas mengapa 'superspreader' bisa menularkan dalam jumlah lebih besar, namun kemana mereka pergi dan apa yang mereka lakukan bisa berdampak penting.

Baca juga: Studi Buktikan, Mayoritas Kasus Corona Berasal dari Superspreader

Menurut Professor Mary-Louise McLaws, salah seorang penasehat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kemungkinan besar ada berbagai faktor yang menyebabkan hal ini terjadi.

Menurutnya, lingkungan tempat penyebaran menurut lebih punya peran penting ketimbang keberadaan orang yang menularkan.

Jadi bisa wabah terjadi tanpa ada orang yang sudah terpapar virus yang melakukan kesalahan, seperti melanggar aturan jaga jarak.

Bisakah kita jadi 'superspreader'?

Menurut Prof Mary-Louise McLaws, istilah 'superspreader' sebenarnya tidaklah terlalu tepat, karena hanya merujuk hanya pada satu orang yang bermasalah.

Menurutnya, siapa saja bisa menjadi 'superspreader' bila kita menjadi orang pertama yang membawa virus ke tempat di mana virus corona mampu mudah menyebar, seperti di ruangan dengan ventilasi buruk dan penuh orang.

Beberapa orang sudah mendapat ancaman dan dianiaya secara fisik karena dianggap sebagai 'superspreader'.

Ada kekhawatiran serangan serupa membuat beberapa orang tidak mau melakukan tes, jika mereka pernah melakukan kontak dengan orang banyak atau dengan orang yang kemungkinan sudah mengidap virus.

Penumpang KRL Commuter Line tiba di Stasiun Bogor, Jumat (26/6/2020). Tim gugus tugas penanganan Covid-19 Jawa Barat melakukan rapid test dan tes usap pada penumpang KRL Commuter Line yang tiba di Stasiun Bogor untuk memetakan sebaran Covid-19.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Penumpang KRL Commuter Line tiba di Stasiun Bogor, Jumat (26/6/2020). Tim gugus tugas penanganan Covid-19 Jawa Barat melakukan rapid test dan tes usap pada penumpang KRL Commuter Line yang tiba di Stasiun Bogor untuk memetakan sebaran Covid-19.

Dengan alasan itu, banyak pakar sekarang menggunakan istilah 'superspreading events' yang lebih mengacu pada waktu penyebara, bukan pada orangnya.

Berapa banyak virus yang kita miliki?

Menurut Professor Peter Colignon, pakar penyakit menular dari Rumah Sakit Canberra di Australia, jumlah virus yang dimiliki seseorang ketika dia menyebarkan dapat membuat penyebaran yang sangat besar.

"Dalam banyak kasus penyakit, semakin banyak dosis virus yang masuk ke tubuh kita, semakin parah keadaan yang kita alami," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com