Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/06/2020, 20:04 WIB
The Conversation,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Berapa sebenarnya kedalaman laut? - Anonim

Oleh Suzanne O'Connell

PARA penjelajah mulai membuat peta navigasi yang menunjukkan luas laut lebih dari 500 tahun yang lalu. Namun, sulit untuk menghitung kedalaman laut.

Jika ingin mengukur kedalaman kolam atau danau, kita dapat mengikat sebuah beban ke tali, menurunkan tali tersebut ke dasar kolam atau danau, menarik tali kembali, kemudian mengukur bagian tali yang basah. Di laut, mungkin butuh panjang tali yang mencapai ribuan meter.

Pada tahun 1872, HMS Challenger, sebuah kapal Angkatan Laut Inggris, berlayar untuk mempelajari laut, termasuk kedalamannya. Kapal ini membawa tali sepanjang 181 mil (291 kilometer).

Selama empat tahun berlayar, awak kapal Challenger mengumpulkan sampel batu, lumpur, dan binatang dari berbagai wilayah di lautan. Mereka menemukan salah satu zona terdalam yang terletak di Pasifik Barat, yaitu Palung Mariana, yang membentang sejauh 1.580 mil (2.540 kilometer).

Para ilmuwan saat ini mengetahui bahwa rata-rata kedalaman laut adalah 2,3 mil (3,7 kilometer), meski terdapat bagian-bagian yang lebih dangkal atau lebih dalam.

Untuk mengukur kedalaman laut, mereka menggunakan sonar, singkatan dari Sound Navigation and Ranging. Sebuah kapal akan memancarkan gelombang suara dan mengukur kedalaman laut berdasarkan kecepatan suara tersebut memantul kembali.

Bagian terdalam laut adalah palung, yaitu jurang yang panjang dan sempit menyerupai parit di tanah, tetapi jauh lebih besar. Kapal HMS Challenger menguji salah satu zona di ujung selatan Palung Mariana, yang dapat dikatakan sebagai titik terdalam di lautan.

Zona ini dikenal sebagai Challenger Deep, yang memiliki kedalaman 35.768 hingga 36.037 kaki, atau hampir 7 mil (11 kilometer).

Para peneliti kelautan seperti saya mempelajari dasar laut karena dapat membantu kami untuk memahami bagaimana Bumi bekerja.

Sebagai contoh, lapisan paling luar Bumi terbuat dari lempeng-lempeng tektonik atau lempeng bebatuan dan sedimen berukuran besar yang bergerak. Rangkaian pegunungan Hawaii-Emperor, barisan pegunungan di dasar laut, terbentuk ketika sebuah lempeng tektonik bergerak di atas batuan-batuan panas yang mengalir dari dalam Bumi.

NOAA Pegunungan Emperor adalah rangkaian pegunungan bawah laut di Pasifik yang terbentuk akibat pergeseran lempeng tektonik melintasi titik panas Hawai'i selama jutaan tahun.

Ketika dua lempeng tektonik bergerak menjauhi satu sama lain di bawah laut, materi baru akan naik ke kerak Bumi. Proses ini, yang menghasilkan dasar lautan baru, disebut penjalaran dasar laut. Terkadang cairan yang sangat panas dari dalam Bumi akan menyembur keluar melalui celah-celah di dasar laut yang disebut ventilasi hidrotermal.

Berbagai jenis ikan, kerang, cacing tabung dan bentuk kehidupan lain menempati zona-zona seperti ini. Sementara pembentukan dan penghancuran lempeng-lempeng laut terjadi silih berganti, sedimen berkumpul di dasar laut dan menjadi catatan sejarah Bumi, evolusi iklim dan kehidupan yang tidak dapat ditemukan di tempat lain.

Suzanne O'Connell

Professor of Earth & Environmental Sciences, Wesleyan University

Halo, apakah kamu punya pertanyaan untuk para pakar? Sampaikan pertanyaanmu ke curiouskids@theconversation.edu.au Tuliskan nama, umur, dan kota tempat tinggalmu. Kami akan berupaya sebaik mungkin untuk dapat menjawab pertanyaanmu.

Artikel ini tayang di Kompas.com berkat kerja sama dengan The Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambil dari artikel asli berjudul "Curious Kids: Laut itu seberapa dalam?". Isi di luar tanggung jawab Kompas.com.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com