Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

HUT Ke-493 Jakarta: Mendalami Pola Perkawinan Antarsuku di Ibu Kota

Kompas.com - 22/06/2020, 17:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ariane Utomo

‘Macet’, ‘banyak polusi’; dari sekian banyak kata yang yang biasa kita gunakan untuk menggambarkan Jakarta, ‘romantis’ biasanya tidak termasuk di antaranya.

Sebagai salah satu kawasan mega urban (sebuah kota inti dengan beberapa area metropolitan di sekitarnya) di Asia, Jakarta memang tidak mempunyai reputasi sebagai kota yang romantis.
Padahal, sejak lama, Jakarta adalah melting pot (kuali peleburan) terbesar di Indonesia: pusat bertemunya banyak ragam suku bangsa, budaya, dan bahasa.

Walau kerap didera dengan sederet masalah perkotaan, Jakarta sejatinya adalah sebuah tempat istimewa yang melatari kisah kasih antar penduduknya yang amat beragam ini.
Keanekaragaman suku bangsa di Jakarta terkait erat dengan posisinya sebagai salah satu provinsi tujuan migrasi utama di Indonesia.

Menurut data Sensus Penduduk 2010, Jakarta berada di peringkat kedua - setelah Kepulauan Riau – sebagai provinsi dengan proporsi migran internal tertinggi. Sekitar 42% penduduk Jakarta lahir di luar Jakarta.

Dalam konteks migrasi dan keberagaman di ibu kota, pola perkawinan antarsuku menjadi suatu jendela yang unik untuk menelisik lebih jauh tentang seberapa besar faktor suku bangsa berperan dalam kehidupan romantika penduduk muda di Jakarta, dan selanjutnya, dalam proses pembentukan rumah tangga mereka.

Pola perkawinan antarsuku di Jakarta

Lima tahun belakangan ini, saya meneliti tentang pola perkawinan antarsuku di Indonesia.
Saya menggunakan beberapa sumber data; selain data dari Sensus Penduduk 2010, saya juga menggali data kualitatif dari wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah di Jakarta, Yogyakarta, dan Malang, Jawa Timur.

Di Indonesia, perkawinan antarsuku lazim kita jumpai, namun bukan yang paling banyak terjadi.

Data dari Sensus Penduduk 2010 mengindikasikan bahwa hanya satu dari sembilan perkawinan di Indonesia merupakan perkawinan antarsuku.

Selain faktor campur tangan pihak ketiga seperti orang tua dan keluarga, pilihan individu itu sendiri – misalnya untuk menikah dengan seseorang berlatar belakang keluarga dan budaya yang serupa – juga bisa menjelaskan rendahnya angka perkawinan antarsuku.

Patut dicatat bahwa dengan keterbatasan data sensus yang hanya memperbolehkan satu orang untuk memilih satu suku bangsa yang mewakili dirinya, besar kemungkinan perkiraan dalam sensus jauh lebih kecil dari angka perkawinan antar-etnis sebenarnya.

Jakarta mempunyai tingkat perkawinan antar etnis tertinggi dari 33 provinsi di Indonesia.THE CONVERSATION Jakarta mempunyai tingkat perkawinan antar etnis tertinggi dari 33 provinsi di Indonesia.

Di samping itu, ada indikasi bahwa tingkat perkawinan antarsuku semakin tinggi diantara pasangan yang usianya lebih muda.

Jakarta mempunyai tingkat perkawinan antar etnis tertinggi dari 33 provinsi di Indonesia.
Sekitar satu dari tiga pasangan menikah di Jakarta terdiri dari pasangan suami-istri berbeda suku (menurut catatan sensus). Bandingkan misalnya dengan persentase pasangan beda suku di Jawa Tengah yang hanya 2% dari total jumlah pasangan.

Hasil analisis saya terhadap sampel penduduk dewasa muda (20-39 tahun) Jakarta yang menikah menghasilkan beberapa kesimpulan.

Pertama, individu dari suku bangsa yang populasinya relatif besar mempunyai kemungkinan perkawinan antarsuku yang lebih kecil, dibanding individu yang berasal dari suku bangsa minoritas di Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com