KOMPAS.com - Pengembangan obat dan vaksin untuk melawan virus corona baru yang mewabah saat ini masih terus dilakukan para ilmuwan dunia.
Namun, dalam pengembangan obat modern saat ini, para peneliti masih membutuhkan darah dari kepiting tapal kuda.
Melansir New York Times, Selasa (9/6/2020), selama beberapa dekade perusahaan obat bergantung pada komponen dalam darah kepiting ini untuk menguji obat-obatan yang dapat disuntikkan, termasuk vaksin.
Tujuannya, untuk mengantisipasi adanya potensi kontaminasi dari bakteri berbahaya yang disebut endotoksin. Tak terkecuali dalam upaya menguji vaksin virus corona untuk Covid-19.
Baca juga: Juli, Amerika Serikat akan Uji Vaksin Corona pada 30.000 Orang
Para konservasionis dan sejumlah pelaku bisnis telah mendorong penerimaan yang luas atas tes alternatif. Hal ini dilakukan untuk melindungi kepiting dan burung yang memakan telur-telur mereka.
US Pharmacopeia, salah satu organisasi non-pemerintah mengeluarkan standar kualitas untuk tes alternatif, namun tetap berpedoman dengan dasar yang sama.
Kendati demikian, organisasi itu mengumumkan belum lama ini, tes alternatif yang disebut sebagai rFC (recombinant factor C) masih memerlukan studi yang lebih signifikan.
Baca juga: Prototipe Vaksin Covid-19 Indonesia Ditargetkan Awal 2021, Ini Prosesnya
Perwakilan organisasi ini mengatakan mereka memiliki 30 tahun data pada tes saat ini dan hanya dua tahun pada tes baru, sehingga mereka masih membutuhkan lebih banyak informasi.
Kendati demikian, secara internasional, European Pharmacopeia telah menyetujui penggunaan luas dari tes alternatif tersebut.
Perdebatan akan tes alternatif tersebut telah dipantau secara luas, karena permintaan untuk menguji vaksin baru terhadap virus corona semakin berkembang.