Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Global Buktikan Gangguan Pencernaan Berkaitan dengan Fungsi Otak

Kompas.com - 01/05/2020, 04:02 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

KOMPAS.com – Organisasi nonprofit The Rome Foundation telah merilis hasil penelitian mengenai kejadian dan beban penyakit dari 22 gangguan pencernaan.

Gangguan pencernaan tersebut dikenal sebagai Disorders of Gut-Brain Interactions (DGBI). Studi ini dilakukan secara global pada 33 negara termasuk Indonesia.

Apa itu DGBI? Prof dr Dr Ari Fahrial Syam, MMB, SpPD, K-GEH, FACP, FACG selaku peneliti utama untuk Indonesia mengatakan bahwa DGBI adalah penyakit pencernaan yang berhubungan dengan fungsional otak.

Baca juga: Kenali 7 Gangguan Saluran Cerna pada Anak

“DGBI merupakan penyakit saluran pencernaan karena faktor fungsional otak. Berhubungan dengan stress, atau sesuatu yang tidak beres dengan otak kita,” tutur Ari kepada Kompas.com, Kamis (30/4/2020).

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut menyebutkan, lebih dari 40 persen orang di dunia mengalami DGBI. Hal ini berpengaruh terhadap kualitas hidup dan tingkat pemanfaatan layanan kesehatan.

Bagaimana gejalanya?

Ari menyebutkan, DGBI dibagi menjadi Irritable Bowel Syndrome (IBS) atau Functional Gastrointestinal Disorders (FGID).

Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah gangguan jangka panjang pada sistem pencernaan. Beberapa gejala yang mungkin terjadi antara lain diare, perut kembung, perut terasa sakit atau kram, sakit kepala, sering bersendawa dan buang gas, kelelahan, nyeri punggung, dan rasa panas di dada.

“Biasanya ditandai dengan nyeri perut, susah BAB atau diare, kembung atau begah. Tapi ketika diperiksa, tidak ditemukan kelainan pada sistem pencernaan,” tuturnya.

Baca juga: Viral Susah Kentut Bikin Usus Bengkak sampai Volvolus, Penyakit Apa?

Sementara itu, Functional Gastrointestinal Disorders (FGID) mencakup sejumlah gangguan idiopatik terpisah yang mempengaruhi sistem pencernaan. Hal ini menyebabkan hipersensitivitas visceral dan gangguan motilitas.

Sebanyak apa prevalensi pengidap DGBI di Indonesia? Berdasarkan survei dari The Rome Foundation, sebanyak 3-5 persen orang Indonesia mengalami IBS.

Sementara itu, untuk kasus Functional Gastrointestinal Disorders (FGID), prevalensi penderita di Indonesia sebanyak 10-19,9 persen.

Baca juga: Perawatan Saluran Cerna, Kunci Cegah Kematian Bayi Prematur

“Indonesia memiliki angka yang umum dan relative rendah dibandingkan negara-negara lain. Apalagi jika dibandingkan dengan Amerika Serikat, Israel, Italia, itu angkanya sangat tinggi,” tutur Ari.

Ia menyebutkan banyak penyebab seseorang mengidap DGBI, antara lain stress dan masalah ekonomi.

Studi global DGBI

Penelitian ini diprakarsai oleh Dr Ami Sperber, anggota Dewan Direksi The Rome Foundation. Sperber berkolaborasi dengan peneliti dari 33 negara, termasuk dr Ari.

Data penelitian dikumpulkan melalui survei online di 24 negara, wawancara langsung di 8 negara yang tidak dapat dijangkau survei online, serta kombinasi keduanya di negara China dan Turki.

Penelitian ini meningkatkan pemahaman kita mengenai kondisi penyakit DGBI pada tingkat global dan regional. Termasuk hubungannya dengan jenis kelamin, usia, budaya, pola makan, faktor psikososial, serta dampak signifikannya terhadap kualitas hidup, pemanfaatan layanan kesehatan, dan faktor ekonomi.

Baca juga: Misteri Tubuh Manusia: Perilaku dan Otak Kita Dikendalikan Pencernaan

“Penelitian ini memakan waktu lebih dari 10 tahun untuk membentuk koneksi antarpeneliti, merumuskan pertanyaan dan desain penelitian, menentukan metode penelitian, mengumpulkan data, dan kemudian menganalisisnya,” papar Sperber.

Penelitian ini akan dipublikasikan pada Juni atau Juli mendatang dalam jurnal “Gastroenterology”.

“Ini juga menjadi bekal ke depannya, Indonesia akan melakukan analisis terhadap data DGBI kita sendiri,” tambah Ari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com