KOMPAS.com - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi penyebaran virus corona baru, SARS-CoV-2 di wilayah episenter Covid-19.
Ini merupakan satu-satunya upaya karantina yang memiliki payung hukum. Diharapkan dengan PSBB, pemerintah pusat dan daerah dapat menanggulangi pandemi Covid-19 di Indonesia.
Panji Hadisoemarto, pakar kesehatan masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran mengatakan, PSBB dan physical distancing merupakan satu-satunya upaya kesehatan masyarakat berskala besar yang dapat dilakukan sampai vaksin yang efektif melawan Covid-19 ditemukan.
Baca juga: PSBB Efektif Cegah Penyebaran Corona, Ahli Ingatkan Gelombang Kedua
Mengutip riset yang dilakukan Joel Hellewell dan koleganya yang terbit di jurnal Lancet Global Health edisi 1 April 2020, karantina mandiri dan jaga jarak adalah upaya efektif untuk menghentikan penyebaran Covid-19.
"Jika setidaknya 80 persen kasus dan kontak dapat ditemukan dan diisolasi. Sehingga hanya efektif dilakukan sebelum penularan di komunitas terjadi secara luas," ungkap Panji dalam analisis tertulisnya kepada Kompas.com, Kamis (23/4/2020).
Panji juga menyinggung sebuah pemodelan yang dilakukan oleh Stephen M. Kissler, yang studinya dimuat dalam jurnal Science edisi 14 Maret 2022.
Kissler dan koleganya melakukan simulasi pemodelan data saat ini dan memproyeksikan bahwa upaya physical distancing dan karantina mandiri kemungkinan perlu dilakukan secara intermiten hingga tahun 2022. Hal ini sampai vaksin Covid-19 ditemukan.
Panji mengatakan, upaya kekarantinaan seperti PSBB tidak akan efektif memutus mata rantai penyebaran Covid-19 jika tidak dipatuhi.
"Namun demikian, upaya kekarantinaan seperti PSBB tidak akan efektif jika tidak dipatuhi," kata Panji menegaskan.
Laporan anekdotal menunjukkan bahwa pelaksanaan PSBB tampaknya belum efektif. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya ditemukan keramaian di tempat-tempat umum di Jakarta dan daerah lain yang menerapkan PSBB.
"Oleh karenanya, faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan masyarakat terhadap upaya kekarantinaan perlu dipahami dan diterjemahkan menjadi upaya penegakkan yang efektif," ungkap Panji.
Faktor yang memengaruhi kepatuhan masyarakat
Mengutip riset yang dilakukan R.K Webster dari Departemen Psikologi Universitas Sheffield, Inggris dan timnya, ada beberapa faktor yang memengaruhi kepatuhan masyarakat terhadap upaya kekarantinaan seperti PSBB.
Webster dan tim melakukan kajian literatur terkait faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan masyarakat terhadap upaya karantina mandiri.
Dijelaskan dalam laporan yang terbit di jurnal Public Health 2020, Webster menemukan 14 literatur terkait wabah flu, SARS, dan Ebola di negara-negara seperti Sierra Leone, Australia dan Kanada.
Kajian tersebut memberikan kesimpulan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan terhadap upaya karantina.
Baca juga: 32.000 Orang Jakarta Diperkirakan Positif Covid-19, PSBB Bisa Tekan Infeksi Corona
Panji merangkum setidaknya ada 9 faktor yang memengaruhi kepatuhan seseorang dalam upaya karantina, yaitu:
1. Demografi dan mata pencarian
Demografi dan mata pencarian bukan faktor yang secara konsisten mempengaruhi kepatuhan terhadap upaya karantina.