ISLAM sudah banyak menjelaskan tentang bagaimana tata cara penganutnya untuk mampu mengendalikan diri dari kesulitan dan keterpurukan. Hakikatnya, manusia sejak dimulainya kehidupan sampai dengan kematiannya, tidak dapat dihindarkan dari masalah-masalah.
Sejak lahir, masalah yang didapat adalah orang tua tidak mengerti maksud bahasa si bayi menginginkan apa, beranjak dewasa ialah masalah bagaimana mendapatkan ilmu dan mengamalkannya, memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan begitu seterusnya.
Jika healing diartikan dengan liburan maka dia hanya bisa dinikmati oleh orang yang berduit, lantas bagaimana healing untuk orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan? Apakah orang-orang miskin tidak bisa healing dari depresi, stres, dan tekanan emosional? Agama Islam sudah memberikan cara-cara healing yang terbaik buat manusia dengan berbagai latar belakang dan kelasnya.
Kita berada dalam bulan suci Ramadhan, bulan yang sangat tidak asing bagi umat Islam, dan menjadi bulan yang identik dengan ibadah puasa, yakni ibadah yang secara lahiriah dilakukan dengan menahan diri dari makan dan minum dengan waktu yang sudah ditentukan, singkatnya adalah ibadah puasa menekan sifat konsumtif manusia.
Dalam bulan Ramadhan, kita sering mendengar ceramah-ceramah para ustaz, kiai, ulama, di televisi, di media sosial, di masjid, di mushala saat shalat tarawih, atau media lainnya, bulan Ramadhan adalah ajang latihan, sekolah, ujian, bagi umat Islam untuk melatih mengendalikan diri dari keinginan lahiriah seperti ingin makan, dan memenuhi kebutuhan dahaga lainnya, secara jiwa ialah untuk melatih dan mengendalikan hawa nafsu, karena hawa nafsu dapat menjerumuskan seseorang untuk jauh dari ketaqwaan. Karena itu puasa adalah salah satu sarana menuju ketaqwaan.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
”Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana umat sebelum-sebelumnya, supaya kalian bertakwa”(QS. Al Baqarah: 183).
Mengapa hawa nafsu harus dikendalikan? karena hati dalam diri seseorang berpotensi menjadi sakit dan menderita. Hati yang sakit berasal dari hawa nafsu yang tidak terkendali oleh diri sendiri. Rasulullah dalam hadisnya bersabda,
اَلاَ وَاِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً اِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَاِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ اَلاَ وَهِيَ الْقَلْب -رواه البخارى
“Dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Jika ia sehat, maka akan sehat juga seluruh tubuh. Jika ia sakit, maka akan sakit pula seluruh tubuh. Segumpal daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis di atas, menurut Zainuddin (2015), yang dimaksud hati bisa saja hati dalam bentuk materi yang apabila mengandung penyakit maka akan berdampak dengan organ tubuh lain, misalnya mata kuning, perut membesar dan itu adalah penyakit hati (liver). Akan tetapi, bisa saja bermaksud hati dalam bentuk immateri, yakni penyakit psikologis seperti dengki, iri hati, berprasangka buruk, hasad, pamer, dan sejenisnya.
Sehingga wajar sekali jika kemudian pahala berpuasa, bukan hanya bisa terganggu dengan aktivitas memenuhi dahaga seperti makan dan minum pada saat imsak sampai dengan azan maghrib berkumandang saja, akan tetapi pahala puasa juga bisa terganggu dengan hawa nafsu yang tidak terkendali, seperti membicarakan keburukan orang lain, dengki, tidak sabar, emosi yang negatif, dusta, dan lainnya.
Singkatnya, puasa adalah ibadah melatih lahiriah dan batin supaya seorang hamba bertaqwa, dan ini menjadi bukti bahwa Ramadhan adalah bulan yang tepat untuk healing seseorang. Tidak hanya soal menahan makan dan minum, tapi juga bagaimana mengelola penyembuhan dari penyakit hati.
Rasulullah sendiri dalam haditsnya menyebutkan "Ada lima perkara yang membatalkan pahala orang yang berpuasa, yaitu berdusta, berghibah, mengadu domba, bersumpah palsu, dan memandang dengan syahwat." (HR. Ad-Dailami).
Atas dasar hadits tersebut, Rasulullah secara tidak langsung menyebutkan bahwa selain makan dan minum dapat membatalkan puasa, ada “penyakit hati” yang mengintai dan siap membatalkan pahala puasa.