Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dipangkas, Sektor Properti Akan Tetap Bergairah

Kompas.com - 12/01/2023, 15:00 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023, baik  secara global maupun Indonesia.

Berdasarkan laporan Global Economic Prospects yang diterbitkan Bank Dunia pada Januari 2023, proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2023 terpangkas menjadi 1,7 persen dari sebelumnya 3 persen.

Sementara untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023, Bank Dunia juga memangkasnya dari 5,3 persen menjadi 4,8 persen.

Seiring resesi ekonomi yang menghantui pada tahun 2023, adakah dampaknya buat sektor properti di Indonesia?

Pengamat Properti sekaligus Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit menyampaikan, sektor properti khususnya perumahan landed dan ruko, sebenarnya sudah mulai pulih dari terjangan Covid-19 sejak awal tahun 2022.

"Terlihat dari laju kenaikan penyaluran kredit KPR yang telah mendekati 10 persen per tahun. Angka ini didukung pertumbuhan PDB indonesia yang stabil di atas 5 persen mulai dari Q1 sampai Q4 tahun lalu," katanya kepada Kompas.com, Rabu (11/01/2023).

Baca juga: 4 dari 5 Orang Indonesia Berencana Beli Rumah pada Tahun 2023

Menurut dia, pemulihan sektor properti terutama landed house dan ruko tetap akan berlangsung pada tahun ini bahkan hingga beberapa tahun ke depan.

Meskipun Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi, lalu adanya kemungkinan kenaikan BI7DRR (suku bunga acuan BI) tahun ini, bahkan perhelatan politik menuju Pilpres dan Pileg pada awal tahun 2024.

"Mengapa begitu? (pemulihan sektor properti tetap berlangsung meski terdapat beberapa kondisi di atas) Ada empat faktor," ujarnya.

Panangian menjelaskan, faktor pertama adalah pertumbuhan PDB Indonesia tahun 2023 masih sekitar 5 persen, walaupun ada resesi global.

Kedua, laju bunga KPR tidak akan jauh dari sekitar 10 persen. Ketiga, kenaikan BI7DRR sifatnya sementara, hanya untuk menahan laju inflasi dan kurs Rupiah terhadap dolar AS (USD).

Keempat, siklus politik dan properti sudah decoupling (saling tidak memengaruhi satu dengan yang lain), sejak tahun 2004 sampai dengan sekarang.

"Jadi kesimpulannya resesi dunia tidak ada hubungannya dengan permintaan rumah dan ruko di indonesia. Tetapi Covid-19 terbukti membuat permintaan pasar properti anjlok sampai dengan 65 persen pada tahun 2020, pada saat pertumbuhan PDB -2,1 persen," tutupnya.

Baca juga: Ojol, Pedagang Olshop, dan Ormas Bisa Ambil Kredit Rumah Tapera, Ini Syaratnya

Selanjutnya, Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Bambang Eka Jaya menyampaikan, krisis pangan dan energi berkepanjangan karena perang Ukraina dengan Rusia belum diketahui waktu berakhirnya.

Inflasi tinggi hingga suku bunga yang juga terus melonjak memang membuat sektor properti menghadapi tantangan yang cukup berat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com