Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Akses Air Minum Masyarakat, Indonesia Masih Kalah dari Laos

Kompas.com - 04/11/2022, 07:30 WIB
Masya Famely Ruhulessin

Penulis

JAKARTA,KOMPAS.com - Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna menyampaikan soal akses air minum perpipaan untuk masyarakat, Indonesia tertinggal bila dibandingkan dengan Laos dan Nepal.

Seperti diketahui, hingga tahun 2022, akses air minum perpipaan ke rumah tangga di Indonesia masih berada di angka 20,69 persen.

Sementara itu, negara tetangga Indonesia seperti Laos dan Nepal masing-masing sudah berada di angka 24 persen dan 27 persen.

Baca juga: Akses Air Minum Perpipaan di Indonesia Masih di Angka 20,69 Persen

Dalam Webinar “SPAM Terintegrasi Hulu-Hilir untuk Mencapai Target 10 Juta Sambungan Rumah”, Kamis (3/11/2022), Herry memaparkan jika dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya, penyediaan sistem air minum perpipaan di Indonesia masih sangat rendah.

“Sistem air minum perpipaan di Indonesia masih di angka 20 persen. Sementara di negara-negara lain di dunia rata-rata sudah di atas 70 persen. Dibandingkan Laos dan Nepal, kita juga kalah. Sehingga ini menjadi PR kita bersama untuk melakukan percepatan,” ungkap Herry.

Menurut Herry, salah satu tantangannya adalah soal penanganan sistem yang harus terintegrasi dari hulu ke hilir.

Ini masih menjadi masalah karena sejumlah kasus yang dijumpai di lapangan yakni masalah di hulunya di tangani, sementar di hilirnya tidak.

“Karena itu, harus ada kerjasama semua pihak terkait agar sistem air minum perpipaan ini bisa menjangkau seluruh masyarakat Indonesia,” jelasnya.

 

Selain masalah koordinasi antar lembaga, masalah lain yang dihadapi adalah soal kurangnya dana untuk pembangunan infrastruktur perpipaan.

Herry mengatakan, jika merujuk pada RPJMN 2020-2024, untuk memenuhi target sambungan sistem perpipaan ke 10 juta rumah tangga mana dana yang dibutuhkan adalah Rp 123 triliun.

Sumbernya dari APBN 63 persen, APBD 13 persen, dan selebihnya 24 persen atau sekitar Rp 30 triliun itu dari kerjasama dengan pihak swasta.

Baca juga: Proyek PLTM Bintang Bano Ditawarkan via Skema KPBU, Tertarik Investasi?

“Namun APBN sendiri pada kenyataanya tereduksi jauh hanya tinggal Rp 21 triliun atau 17 persen. Sementara bila APBD tetap pada porsi yang sama, maka masih perlu dana dari ari sumber lainnya sebesar 70 persen lagi,”papar Herry.

Karena itu, dikatakan, untuk mendapatkan dana tersebut, Kementerian PUPR membutuhkan alternatif pembiayaan diluar APBN dan APBD.

“Kami mendorong adanya kerjasama antar badan usaha melalui skema KPBU skema
Business to business atau B2B,” tandas Herry.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com