Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walau Harga Rumah Terus Naik, Bubble Properti Diprediksi Tak Akan Terjadi

Kompas.com - 18/02/2022, 09:00 WIB
Masya Famely Ruhulessin,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terus naiknya harga rumah dari tahun ke tahun, membuat masyarakat yang benar-benar membutuhkannya, tak dapat menjangkaunya.

Kendati pandemi belum usai, menurut riset Cushman & Wakefield Indonesia, harga rumah tapak di Jadebotabek per Semester II-2021 mengalami kenaikan 3,5 persen.

Praktik spekulasi investor yang mengharapkan kenaikan harga karena menjadikan rumah sebagai instrumen investasi, ikut berkontribusi terhadap melambungnya harga.

Tentu saja, kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, apakah Indonesia akan memasuki kondisi bubble properti?

Setelah mengalami masa-masa sulit pada awal terjadinya pandemi Covid-19, pasar properti di Indonesia diharapkan bisa segera meranggak naik tahun 2022.

Tentu ini merupakan momentum yang baik. Tak hanya bagi para pengembang namun juga bagi pemerintah untuk mengenjot perekonomian nasional.

Baca juga: Harga Rumah di Jabodetabek Naik, Ini Pemicunya

Namun tidak sedikit kalangan yang khawatir harga properti akan terus menerus naik sehingga menyebabkan kondisi yang disebut sebagai bubble.

Seperti dikutip dari Investopedia, property bubble merupakan kenaikan harga perumahan yang dipicu oleh permintaan, spekulasi, dan pengeluaran berlebihan lalu sampai di titik kolaps sehingga membuat harga kembali turun.

Menurut para pengamat properti, kondisi ini tidak akan terjadi pada pasar properti di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit optimistis kondisi ini tidak akan terjadi di Indonesia melihat kondisi pereknomian nasional yang kian membaik.

Menurutnya, kondisi bubble bisa terjadi karena banyaknya uang yang masuk ke sektor properti dari kredit perbankan yang membuat harga properti semakin tinggi dan pada akhirnya bisa jatuh.

“Di Indonesia kondisi ini hampir terjadi tahun 1998. Hampir terjadi karena banyak properti yang terjual di bawah harga pasaran saat itu. Namun tidak ada bukti orang menjual properti mereka di bawah harga beli,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (17/2/2022).

Baca juga: Ingat-ingat, Ini Waktu Terbaik Beli Properti

Panangian menjelaskan bubble kerap terjadi di Amerika Serikat di mana harga properti bisa turun hingga 40 persen.

Namun di Indonesia tidak ada yang menjual proprertinya hingga 30 persen di bawah harga pasaran.

“Terjadinya bubble juga bisa diprediksi dari rasio kredit bermasalah (NPL) bank yang melonjak. Padahal berdasarkan laporan Kuartal III tahun 2021, NPL bank-bank di Indonesia benar-benar bagus. Ini terlihat dari naiknya keuntungan mereka,” terangnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com