Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Mengembangkan Koridor Taman Nasional, Perluas Besaran Ekonomi Kawasan

Kompas.com - 16/02/2022, 14:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JALUR Bandung-Cianjur terus menuju Puncak dan Buitenzorg atau Bogor, pernah menjadi nadi utama dan satu-satunya dari Provinsi Jawa Barat ke ibu kota Jakarta selama satu abad.

Jalan yang kini menjadi padat dengan pembangunan sporadis pita sepanjang jalan nasional, kini tak berbeda dengan kota-kota lain.

Jalan antar kota antar daerah, terbangun acak sepanjang sisinya, tak bersisa. Keseragaman yang menyesakkan, sepanjang 70-an kilometer.

Di sana sini terdapat ATM, minimarket, ATM lagi, ayam goreng krispi, minimarket lagi, toko ponsel, dan seterusnya.

Padahal, poros ini penting sejak dulu. Tahun 1809-1811, Gubernur Jenderal Daendels membangun Jalan Raya Pos dari Anyer ke Panarukan dan rute Batavia-Bandoeng melalui Buitenzorg hingga Tjiandjoer.

Jalur utama ini melalui pegunungan karst dan lembah aliran Sungai Citarum, yang sampai 1852 penyebrangan Sungai Citarum masih dilakukan dengan cara menaiki perahu.

Baru tahun 1979 di zaman Orde Baru selesai dibangun Jembatan Tol Rajamandala.

Akhir pekan kemarin dalam perjalanan mendaki gunung Gede Pangrango, saya harus melalui jalan bersejarah ini.

Pada saat pandemi ini, mungkin sama seperti 1808, ketika wabah penyakit melanda para pekerja di proyek Jalan Raya Pos Daendels.

Melewati poros tersebut hari ini, luar biasa melelahkan. Maut seolah mengancam setiap saat.

Bis, truk, angkot, motor, sepeda, mobil pribadi, motor ibu-ibu, tumpah ruah.

Ekspektasi pengendara jalan nasional yang ingin kecepatan tertentu, harus mengerem karena masyarakat lokal memakai jalan nasional tersebut bak jalan lokal yang menghubungkan gang kampung satu dengan lain nya.

Di sana sini banyak ancaman ibu-ibu lampu sign ke kiri, beloknya ke kanan. Dan ojol melaju sambil berselancar dengan gawainya di atas motor berjalan. Ngeri!

Akibatnya, dapat kita rasakan. Bahaya mengancam di mana-mana karena kecepatan brutal jalan nasional bisa berakibat fatal.

Namun, bagi masyarakat setempat, koridor bersejarah ini adalah urat nadi ekonomi, walaupun perekonomiannya masih tanda tanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com