Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Backlog Rumah Terancam Meningkat, Pengembang Desak PBG Dibuat Perda

Kompas.com - 15/01/2022, 16:00 WIB
Muhdany Yusuf Laksono,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik terkait pengurusan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagai pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) masih belum ada titik terang.

Asosiasi pengembang perumahan masih kesulitan dalam mengurusnya di Pemerintah Daerah (Pemda). Sehingga mereka belum bisa membangun rumah untuk kebutuhan masyarakat.

Apabila ini terus terjadi, angka backlog rumah di Indonesia akan meningkat. Artinya jumlah ketersediaan rumah tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakat.

Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Danni Wahid mengatakan kebangkitan industri properti sangat penting bagi perekonomian Indonesia.

Baca juga: Serapan KPR Sektor Informal Minim, Pemerintah Didesak Beri Perhatian Lebih

Meski berkontribusi cukup signifikan, namun masih sangat banyak hambatan di lapangan. Salah satunya terkait kendala PBG.

"Mayoritas daerah belum menetapkan Perda Retribusi PBG. Kalau pemerintah tidak memastikan Perda PBG ini selesai di bulan Januari, maka akan berdampak pada produksi rumah dan serapan insentif PPN DTP," jelas Danni dalam siaran pers, Jumat (14/01/2022).

Menanggapi persoalan di lapangan, Danni mengusulkan agar dilakukan relaksasi Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (Sikumbang) terhadap syarat PBG.

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah.

Setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), banyak aturan turunannya yang menjadi hambatan bagi pengembang.

Di satu sisi, hal ini wajar karena harus menyesuaikan dengan aturan baru. Akan tetapi, efeknya luar biasa besar bagi pengembang.

Regulasi turunan UUCK yang diharapkan mempercepat dan mempermudah, justru ternyata menjadi penghambat.

"Backlog akan semakin tinggi jika PBG tidak segera selesai. Perizinan yang belum bisa terlaksana akibat proses PBG yang sampai sekarang belum jelas," ujar Junaidi Abdillah.

Menurutnya, perlu ada koordinasi lintas kementerian. Mengingat ada lima kementerian yang terkait dengan PBG.

Jika tidak ada sinergi lintas kementerian, backlog di tahun depan akan semakin besar. Untuk itu, harus ada harmonisasi lintas kementerian dalam upaya kemudahan investasi terkait perizinan.

“Pemerintah harus memberi masa transisi jika PBG belum bisa terlaksana. Bila pertumbuhan properti melorot, maka industri strategis ini akan turun. Jika tidak ada masa transisi, bisa terjadi kekosongan satu tahun dan backlog akan membengkak," terangnya.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas) Jaya, Andre Bangsawan juga mengeluhkan peraturan PBG yang sudah diberlakukan, tetapi sistem tidak mendukung.

"Pihak Pemda tidak dapat mengeluarkan PBG dengan alasan Perda Pemberlakukan Tarif PBG belum terbit dan Pemda tidak mau memberlakukan Tarif PBG Rp 0, sehingga pengembang stag tidak dapat meneruskan kegiatan pembangunan," katanya.

Oleh karena itu, dia meminta Bank BTN agar bisa membantu mengatasi yakni dengan menonaktifkan Sikumbang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com