Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tantangan Penguasaan Lahan 111 Pulau Kecil Terluar di Batas Negara

Kompas.com - 11/10/2021, 13:30 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyampaikan, sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar, Indonesia memiliki 111 pulau kecil terluar yang berlokasi di batas negara. 

Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra mengatakan untuk bisa menguasai seluruh pulau tersebut, harus dapat dibuktikan salah satunya dengan sertifikat hak atas tanah. 

"Ketika kita melakukan negosiasi wilayah dengan negara tetangga, harus bisa menunjukkan bukti bahwa memang Indonesia ada di situ. Salah satu buktinya adalah dikeluarkannya sertipikat resmi dan yang mengeluarkan sertipikat hak atas tanah itu, kami dari Kementerian ATR/BPN," kata Surya dalam keterangannya, Senin (11/10/2021). 

Salah satu tantangan dalam melakukan reforma agraria di pulau kecil terluar adalah mengenai ego sektoral yang terjadi antar pemangku kebijakan. 

Baca juga: Oknum BPN yang Terlibat Sengketa Tanah, Tak Bisa Ditolerir

"Jadi kita punya tantangan bagaimana bertemu dua rezim, yang satu rezim izin, satu lagi rezim hak. Ini persoalan kita, bukan persoalan luar negeri dan kita tuntaskan satu per satu. Jadi kebayang kerumitan birokrasi kita," jelasnya. 

Menurut Surya, ego sektoral dapat menghambat reforma agraria di pulau kecil terluar. Dia menegaskan risiko terbesarnya yaitu kehilangan peluang dalam melakukan penguasaan lahan di pulau tersebut. 

Ego sektoral membuat peluang penguasaan lahan hilang. Bukan cuma peluang, tapi juga bisa kehilangan pulau cuma karena adanya ego sektoral.

"Jadi saya keliling ke sana ke sini hanya untuk mempercepat pengurangan ego sektoral dan memberikan hak kepada pulau terluar. Paling tidak kita sudah mulai bergerak ke arah situ," tutur dia. 

Sebagai negara maritim, sudah saatnya memberikan perhatian khusus terhadap kawasan pesisir dan pulau terluar.

"Di sana ada persoalan antara kolektivitas dan individualitas. Masyarakat kolektif, haknya bagaimana? Apakah kita kasih kolektif atau individu? Ini terkait dengan kepastian hak, butuh keseimbangan yang tepat dan Ibu Bapak di sini yang paling paham di daerahnya, pasnya seperti apa," ucap dia. 

Surya menerangkan ego sektoral sering kali menghambat pembangunan di kawasan pesisir dan pulau terluar. Akibatnya masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sulit untuk sejahtera. 

"Dari terhambatnya pembangunan itulah, yang menyebabkan terjadinya kemiskinan absolut dan struktural masyarakat di wilayah pesisir dan pulau terluar," tegas dia. 

Di samping itu, tantangan lainnya yaitu ketertarikan investasi yang semakin kuat ke daerah pesisir. Kata dia, hal itu bisa menjadi peluang tetapi dapat mengancam eksistensi masyarakat di wilayah tersebut. 

Hal ini jadi peluang bagi investasi. Namun di sisi lain, jangan sampai masyarakat pesisir kehilangan gaya hidupnya, hanya karena pemerintah belum siap memberikan hak kepada mereka, menjamin masyarakat pesisir tinggal di wilayahnya.

Surya mengajak Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo) untuk turut serta memberikan perhatian dan saling berkolaborasi dalam melakukan reforma agraria di kawasan pesisi dan pulau terluar. 

"Nah hal-hal ini yang rasanya barangkali saya berharap mudah-mudahan Aspeksindo bisa memikirkan dengan sangat serius pembangunan wilayah pesisir dan pulau terluar di wilayah masing-masing anggota Aspeksindo," ucap Surya. 

"Kalau memang ada rencana dan strategi, Kementerian ATR/BPN siap membantu karena kita mau bersama-sama mengembalikan kejayaan nusantara ini yang aslinya seperti kata Bung Karno bahwa kita ini bangsa pelaut," lanjutnya. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com