Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski PPKM Dilonggarkan, Okupansi Hotel di Jakarta Tetap Lesu

Kompas.com - 27/09/2021, 21:30 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Perhimpunan dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta Sutrisno Iwantono mengungkapkan, pelonggaran kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) belum dapat mendorong tingkat okupansi hotel di Jakarta secara signifikan.

Namun demikian, dia mengaku, pasca pelonggaran PPKM, tingkat okupansi hotel di Jakarta perlahan merangkak naik. Hanya, peningkatannya belum merata.

Ada hotel yang okupansinya meningkat menjadi 30 persen, tetapi rata-rata masih lesu dengan tingkat okupansi hanya 10 persen.

"Jadi dulu waktu diterapkan PPKM ketat, okupansi hotel itu antara 10 persen hingga 15 persen. Nah sekarang mulai merangkak tapi belum signifikan, ada yang sudah 30 persen dan kebanyakan itu masih 10 persen," kata Sutrisno dalam konferensi pers virtual, Senin (27/9/2021).

Baca juga: Banyak Hotel di Jakarta Bangkrut, Mulai dari Kelas Budget hingga Bintang Lima

Dengan begitu, kondisi perhotelan saat ini belum dapat dikatakan kembali normal. Untuk bisa menutup variable cost saja masih sangat sulit.

Oleh karena itu, PHRI Jakarta berharap pemerintah turut serta membantu industri hotel agar tetap dapat bertahan.

Salah satu kunci dari industri perhotelan adalah traffic pengunjung. Umumnya para pengunjung hotel di Jakarta merupakan orang-orang yang datang dari luar kota.

Dengan melonggarkan pembatasan, akan turut mendorong dan menarik pelancong dari luar Jakarta dengan mudah.

"Jadi kalau tamu atau demand-nya ada, orang mau datang itu tentu akan memperbaiki keadaan industri ini," jelasnya.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk kembali menggelar sejumlah kegiatan di hotel agar dapat membantu memulihkan pemasukan.

Baca juga: PHRI Jakarta Tolak Program Sertifikasi CHSE Kemenparekraf, Ini Alasannya

Sebelumnya, selama pandemi Covid-19 kondisi perhotelan di Indonesia sangat memprihatinkan.

Sudah banyak hotel baik hotel berbintang dan hotel budget yang bangkrut dan tutup.

Alih-alih mengeluarkan kebijakan yang membebani para pelaku usaha seperti program wajib sertifikasi Cleanliness, Health, Safety & Environment Sustainability (CHSE), pemerintah harusnya melakukan relaksasi di semua lini.

Menurut Sutrisno, kewajiban sertifikasi CHSE ini jelas bertentangan dengan upaya recovery (pemulihan) di sektor pariwisata seperti hotel dan restoran.

Kewajiban CHSE ini akan membebani para pelaku usaha hotel dan restoran karena otomatis harus mengeluarkan biaya untuk mendapatkan sertifikat tersebut.

Selain itu, pelaku usaha juga terpaksa melakukan sejumlah perubahan seperti penambahan tempat cuci tangan dan fasilitas lainnya sebagai syarat untuk mendapatkan sertifikat.

"Misalnya ada satu hotel non bintang yang merupakan bagian dari PHRI itu mencoba melakukan sertifikasi CHSE, dan untuk persiapannya saja itu keluar biaya kisaran Rp 10 juta hingga Rp 15 juta," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com