Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Lucky Lukwira
Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Kebijakan Stiker untuk Operasional Bus 6-17 Mei 2021 Kurang Optimal

Kompas.com - 04/05/2021, 15:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEMENTERIAN Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat pada 3 Mei 2021 merilis kebijakan penerapan stiker untuk operasional bus antar-kota antar-provinsi (AKAP) selama masa pelarangan mudik 6-17 Mei 2021.

Kebijakan ini tentunya dikeluarkan dengan memperhatikan Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19  Nomor 13/2021 dan Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 13/2021.

Maksud dari penerapan stiker ini tidak untuk mengakomodasi penumpang mudik, melainkan mengakomodasi kebutuhan transportasi bagi masyarakat atau kalangan yang masih bisa berpergian sesuai kategori yang diatur dalm SE Satgas Covid-19, dan PM Nomor 13/2021.

Selain mengakomodasi kebutuhan tranportasi non-mudik, kebijakan ini dapat juga dilihat sebagai upaya pemerintah untuk tetap mengizinkan Perusahaan Otobis (PO) beroperasi.

Dengan demikian bisa membantu keuangan perusahaan maupun pihak terkait operasional bus mulai dari kru, pegawai PO, hingga agen-agen bus.

Namun, kebijakan tersebut terancam kurang optimal yang disebabkan dua hal utama. Pertama, okupansi bus sudah menurun meskipun tanpa adanya larangan mudik dengan segala kriteria persyaratan perjalanan.

Kedua, adanya kriteria persyaratan perjalanan yakni perjalanan dinas, keluarga sakit keras/meninggal, dan kepentingan persalinan yang dibuktikan dengan dokumen-dokumen terkait alasan tersebut dan juga dokumen kesehatan seperti hasil tes Genose/Antigen/PCR, potensial semakin mempercepat penurunan kinerja PO.

Dengan peluang sedikitnya penumpang, tentunya PO akan mempertimbangkan untuk mengoperasikan unitnya demi menghindari kerugian.

Akibatnya, tujuan untuk memastikan keberadaan transportasi bus bagi penumpang non-mudik tidak tercapai.

Termasuk juga upaya Pemerintah melalui Kemenhub untuk membantu PO beserta pekerjanya bisa jadi tidak tercapai.

Oleh karenanya, perlu adanya langkah alternatif, misalnya dengan melakukan kebijakan buy the service (BTS) dari Kemenhub ke PO, seperti yang selama ini dilakukan Pemprov DKI Jakarta pada operator Transjakarta.

Sehingga ada maupun tidak ada penumpang non-mudik, PO tetap bisa menjalankan unitnya sesuai rute karena sudah dibayar oleh Kemenhub. Penumpang non-mudik pun mendapatkan jaminan keberadaan transportasi bus AKAP.

Mekanismenya adalah PO dibayar pemerintah untuk menjalankan bus sesuai dengan standar kewajaran termasuk biaya solar, tol, upah kru, dan sebagainya.

PO menjalankan busnya sesuai dengan pelabelan yang diberikan pemerintah. Masyarakat non-mudik bisa naik bus tanpa harus membayar ke PO namun segala persyaratan non-mudik terpenuhi.

Petugas ASN terkait perhubungan (Kemenhub, BPTD, Dishub) bisa berperan memverifikasi penumpang maupun bus yang berangkat untuk keperluan transparansi anggaran.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com