Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Kontraktor Garap 10 Proyek Infrastruktur, INDEF: Berisiko Mangkrak

Kompas.com - 15/03/2021, 19:34 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Senior INDEF Aviliani mengatakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) harus mulai menyeleksi perusahaan konstruksi yang dapat menggarap proyek infrastruktur.

Saat ini banyak perusahaan konstruksi yang menggarap proyek infrastruktur melebihi kapasitas dan kemampuan keuangan mereka.

"Banyak kontraktor yang bangun infrastruktur itu sudah kelebihan atau kebanyakan proyek yang ditangani," kata Aviliani dalam diskusi virtual Konsultasi Regional Kementerian PUPR, Senin (15/03/2021).

Baca juga: Tahun Politik 2024, Basuki Pastikan Tak Ada Pembangunan Infrastruktur yang Mangkrak

Aviliani menyoroti fenomena yang terjadi saat ini yakni satu kontraktor bisa menangani 10 hingga 20 proyek sekaligus.

Hal ini terjadi karena Pemerintah tengah menggenjot dan mempercepat pembangunan infrastruktur, terutama yang masuk kategori proyek strategis nasional (PSN).

Meski tak menyebut secara rinci perusahan dengan beban proyek infrastruktur melebihi kapasitas itu, namun Aviliani mengingatkan akan risiko terbengkalai dan melesetnya target yang ingin dicapai.

Sementara di sisi lain, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menargetkan seluruh proyek infrastruktur yang tengah dibangun saat ini tuntas pada 2024 mendatang.

Baca juga: Pengamat Kritik Jokowi Resmikan Infrastruktur Saat Konstruksi Belum Tuntas

Bahkan, Basuki memastikan, tak akan ada proyek infrastruktur yang mangkrak pada saat tenggat waktu tersebut.

Karena itu Aviliani meminta Kementerian PUPR untuk menyeleksi secara ketat perusahaan mana saja yang dapat menggarap proyek infrastruktur selanjutnya.

Salah satu hal penting yang dapat dipertimbangkan adalah terkait kondisi keuangan perusahaan konstruksi.

Hanya perusahaan dengan kondisi keuangan yang sehatlah yang seharusnya diberikan kesempatan menggarap proyek infrastruktur.

"Jika tidak, akan bahaya. Karena nanti ujung-ujungnya, adalah tidak mencapai target, mangkrak, atau kalaupun di subkontrakkan tidak sesuai. Juga perlu dipertimbangkan," tuntas Aviliani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com