KOMPAS.com - MotoGP Indonesia akan menjadi event ketiga, dan paling besar sejauh ini, yang bakal bergulir di Pertamina International Street Circuit setelah WSBK (World Superbike) dan tes pramusim MotoGP.
Salah satu faktor yang konsisten terkait penyelenggaraan ketiga ajang tersebut adalah keterlibatan para marshal di sisi lintasan Sirkuit Mandalika.
Sebagian marshal yang bertugas di Pertamina Grand Prix of Indonesia, 18-20 Maret nanti adalah mereka yang juga sudah berada di sisi lintasan sejak ajang World Superbike (WSBK) pada akhir November lalu.
Akan tetapi, mempertahankan talent pool marshal yang sudah ada menjadi salah satu ujian bagi pihak Ikatan Motor Indonesia (IMI) yang dipercaya oleh MGPA (Mandalika Grand Prix Association) untuk menyiapkan dan melatih para marshal.
"Retention (mempertahanan talenta) adalah salah satu tantangan," ujar Eddy Saputra, Deputy Racing Committee MotoGP Indonesia saat ditemui Kompas.com pada Rabu (16/3/2022).
"Idealnya para marshal yang pernah ikut bakal ikut lagi. Namun, masalahnya dari tes pramusim kami dapat 450 orang tetapi kini cuma dapat 350. Banyak yang baru."
Baca juga: Pebalap MotoGP Tiba di Lombok Usai Parade di Jakarta, Marquez Jadi Magnet
"Jadi, banyak yang baru. Kami juga mengutamakan warga lokal, prioritas tetap warga sekitar."
"Cadangan bisa datang dari Mataram, Bali, dll. Akan tetapi, idealnya tetap orang Nusa Tenggara Barat."
Salah satu warga lokal yang memilih bertahan menjadi marshal pada MotoGP Indonesia nanti adalah Ade.
Pria berusia 23 tahun ini mengaku mendapat undangan untuk kembali menjadi marshal di ajang Pertamina Grand Prix of Indonesia.
"Saya dan empat orang tetangga saya kembali lagi untuk ketiga kali setelah WSBK," ujarnya kepada Kompas.com setelah ia menjalani pelatihan pemadaman api di lintasan pada Rabu (16/3/2022).
"Awalnya, saya menjadi marshal setelah klub motor saya mendapat undangan dari IMI. Saya lalu mengikuti tes dan untung saja lolos," lanjut penggemar Marc Marquez ini.
Baca juga: Pelatihan Marshal di Sirkuit Mandalika: Bakar Ban, Angkut APAR, dan Wajib Berhati-hati
Perbedaan Kultur dan Perlunya Seni Komunikasi yang Baik
Lainnya, adalah cobaan dalam melakukan pelatihan yang mengharuskan mereka untuk pintar berkomunikasi dengan warga lokal.
"Marshal kan suporting yang terlihat tidak penting, tetapi justru ini paling penting," tutur Eddy.