Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Kita Emosi dan Takut Usai Menonton Layangan Putus?

Kompas.com - 02/02/2022, 13:51 WIB
Fitri Nursaniyah

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "It's my dream, Mas. Not Hers," jadi ikon tersendiri dari Layangan Putus. Serial web garapan sutradara Benni Setiawan itu memang tengah digandrungi banyak penonton Tanah Air.

Layangan Putus yang diproduksi oleh MD Entertainment dan tayang di WeTV sejak 26 November 2021 itu sukses masuk jajaran trending penayangan di 25 negara. Layangan Putus juga kerap kali masuk jajaran trending topic di Twitter setiap kali ditayangkan pada Jumat dan Sabtu.

Puncak konflik pada episode 6 ketika Kinan cekcok dengan Aris soal Cappadocia dan penthouse seharga Rp 5 miliar bahkan ramai dijadikan meme hingga diparodikan oleh kreator konten dan para selebritas.

Layangan Putus diadaptasi dari novel dengan judul sama karya Mommy ASF. Mulanya, kisah Layangan Putus sendiri hanya ditulis di Facebook namun ramai dibaca hingga viral.

Baca juga: Layangan Putus Banyak Dibajak, WeTV Berpikir Ulang Rilis Sekuelnya

Layangan Putus menceritakan kisah rumah tangga Aris (Reza Rahadian) dan Kinan (Putri Marino) yang diganggu oleh orang ketiga, Lydia Danira (Anya Geraldine).

Konflik yang terjadi dalam serial tersebut faktanya ikut membuat sebagian penonton merasa emosi bahkan akut berumah tangga, lebih tepatnya takut mendapatkan suami seperti Mas Aris yang tega mengkhianati istri dengan berselingkuh.

Hal itu juga dirasakan oleh Anya Geraldine selaku salah satu lakon utama di serial tersebut.

Baca juga: Layangan Putus Jadi Serial WeTV yang Paling Banyak Dibajak

Lantas bagaimana hal itu bisa terjadi? Psikolog Anak dan Keluarga Astrid WEN menjelaskan cara kerja otak manusia ketika melihat tayangan yang mengundang emosi.

Media untuk menyalurkan emosi

Astrid mengatakan rasa parno yang muncul ketika mendengarkan lagu maupun menonton tayangan drama seperti Layangan putus lebih tepat dikatakan sebagai saluran emosi.

Lagu dan film yang dianggap mirip dengan kisah penikmatnya biasanya bisa membantu mereka mengeluarkan emosi yang secara tidak sadar terpendam dalam diri.

"Sebenarnya baik itu nyanyian atau baik film gitu ya itu kan sebenarnya sebuah ekspresi ya. Jadi itu juga sebuah media yang bisa dipakai untuk menyalurkan emosi kita," ucap Astrid kepada Kompas.com, Rabu (2/2/2022).

Baca juga: Pengisi Soundtrack Layangan Putus, Prinsa Mandagie Akui Dua Kali Gagal di Indonesian Idol

"Lagu atau film yang mirip dengan kisah kita itu dibantu diekspresikan oleh film tersebut. Ada suatu cerita, 'Oh saya bisa relate nih. Saya bisa seperti ikut merasakan karena saya pernah berada di tempat yang sama'. Jadi terkoneksinya berdasarkan pengalaman," sambungnya.

Kata Astrid, emosi manusia yang ada di dalam otak bisa diumpamakan sebagai gunung es. Emosi cenderung ditumpuk menggunung tapi hanya sedikit yang ditampakkan.

Oleh sebab itu ketika manusia dipancing dengan konten lagu atau film bermuatan emosi tinggi yang intens, maka ada risiko besar terbawa emosi.

"Jadi tuh muatan emosinya cukup intens, sehingga kita sebagai penonton memiliki risiko bahwa kita terbawa emosi. Mau kita pintar, misalnya orangnya berpendidikan atau misal juga kita orangnya cerdas, tetapi ketika kita menonton sesuatu dengan muatan emosi yang intens yang tidak kita sadari, itu bukan menyasar pada otak logika kita tetapi itu menyasar pada otak emosi kita," ucapnya.

Baca juga: Heboh Layangan Putus

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com