BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Mola

Waiting for the Barbarians, Dongeng Kolonial yang Masih Relevan di Era Sekarang

Kompas.com - 16/08/2020, 18:43 WIB
Agung Dwi E,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Alkisah, di kota kecil nun jauh hidup seorang hakim tua (Mark Rylance). Lelaki ini adalah pemimpin tertinggi di kota jajahan terpencil yang dikelilingi gurun.

Kota tanpa nama tersebut memiliki penduduk multietnis dan hidup berdampingan dengan damai. Tindak kriminal jarang terjadi. Bahkan, penjara kota—atau lebih tepatnya barak tua yang kadang jadi penjara—sudah lama kosong dan kerap digunakan sebagai gudang perbekalan.

Namun, hal tersebut berubah dengan segera ketika rombongan pasukan polisi rahasia yang dipimpin Kolonel Joll (Johnny Depp) tiba.

Kedatangan rombongan langsung disambut kerumunan penduduk kota. Semua mata penduduk tertuju pada kereta kuda hitam dan pasukan kuda yang mengiringi. Mereka terheran-heran.

Sang Hakim langsung keluar dari ruangannya dan menemui Joll. Ia menyambut sang kolonel dengan tangan terbuka, meski dalam hati ia juga merasa aneh. Sebab, tidak biasanya Empire alias pemerintah pusat mengirim korps polisi khusus ke daerah perbatasan.

Baca juga: Waiting for the Barbarians Rilis: Tak Perlu ke Bioskop, Sekarang Zamannya Nonton Streaming

Terlebih, saat Joll menginjakkan kaki, raut mukanya sudah menunjukkan kecurigaan, dingin, dan bengis. Dengan mengenakan kacamata hitam yang aneh, Joll langsung menghampiri Sang Hakim dan bersalaman, tapi tidak menjawab sepatah kata pun sambutan Sang Hakim.

Kehadiran Joll itu mengawali kengerian demi kengerian di kota perbatasan Empire. Sebagai utusan Empire yang diperintahkan untuk mencari tahu rencana pemberontakan suku Barbarians, Joll justru bertindak sesuka hati, semena-mena, dan kejam.

Bahkan, karena perintah langsung itu pula, Joll merasa lebih tinggi dari Sang Hakim yang sudah 30 tahun memimpin kota. Ia tak segan menyiksa kaum Barbarians demi mendapatkan “kebenaran” tentang rencana pemberontakan.

“Rasa sakit adalah kebenaran. Yang lain bisa diragukan,” ujar sang kolonel yang diperankan dengan apik oleh Johnny Depp.

Demikianlah film Waiting for the Barbarians arahan sutradara asal Kolombia Ciro Guerra dibuka. Sejak menit-menit awal, Guerra sudah memberi gambaran tegas hubungan antara Empire yang diwakili Joll dan tanah jajahan.

Baca juga: Mola TV Tayangkan Film Waiting for The Barbarians, Ini Sinopsisnya

Film terbaru Guerra memang mengambil latar cerita seputar kolonialisme. Film ini diadaptasi dari novel dengan judul sama karangan John Maxwell Coetzee.

Sama seperti cerita di novel, Guerra tetap menampilkan kehidupan kolonial dalam bentuk dongeng. Tak ada latar yang jelas, semua dibuat samar-samar dengan istilah umum tanpa rujukan pasti.

Meski samar, penonton sudah bisa menerka-nerka latar tempat dan waktu dari pakaian, bendera, senjata, arsitektur kota, dan lain sebagainya.

Nah, di situlah kekuatan fiksi Coetzee yang coba diterjemahkan Guerra dalam bentuk film. Demi mempertahankan kekuatan tersebut, Guerra turut mengajak sang empunya novel terlibat sebagai penulis naskah.

Alegori kolonial yang masih terasa sekarang

Guerra memang getol dengan tema kolonial. Terlebih, ia juga berasal dari negara yang punya sejarah kolonialisme yang panjang, pedih, dan menyakitkan akibat dijajah Spanyol berabad-abad.

Usai era kolonial, Kolombia tetap didera masalah berkepanjangan. Mulai dari narkoba, tirani, rezim represif, hingga kekerasan terhadap masyarakat pedalaman.

Tema-tema seperti itu menjadi narasi utama yang diangkat Guerra di dua film sebelumnya, Embrace of the Serpent (2015) dan Birds of Passage (2019).

Sisi eksentrik Johnny Depp masih terasa saat memerankan tokoh antagonis, Kolonel Joll. Dok. Mola TV Sisi eksentrik Johnny Depp masih terasa saat memerankan tokoh antagonis, Kolonel Joll.

Embrace of the Serpent yang masuk nominasi Oscar kategori Best Foreign Language Film 2016, misalnya, menggambarkan dengan apik efek-efek kolonialisme yang dirasakan masyarakat pedalaman Amazon di Kolombia dan Brazil. Penonton seperti diajak untuk meresapi dan menilai ulang tentang modernisasi dan efek buruk yang ditimbulkan.

Hal sama juga terlihat dalam film Waiting for the Barbarians. Pilihan untuk mengadopsi novel JM Coetzee sudah menunjukkan konsistensi Guerra dalam membuat film.

Baca juga: Rilis Serentak di Seluruh Dunia, Film Waiting For The Barbarians Hadirkan Johnny Depp dan Robert Pattison

Seperti diketahui, Waiting for the Barbarians versi novel diterbitkan pada 1980 dan mendapatkan respons luar biasa. Coetzee mampu menceritakan kekerasan akibat praktik apartheid di Afrika Selatan dalam bentuk dongeng tentang negeri kolonial.

Meski berbentuk dongeng dan terasa jauh, justru cerita Coetzee dekat dengan masyarakat Afrika Selatan saat kekerasan ras pecah pada 1970-an. Bahkan, boleh dibilang, konflik yang diceritakan Coetzee masih bisa dirasakan hingga sekarang.

Lihat saja kasus kekerasan oknum polisi Amerika Serikat terhadap warga Afro-Amerika beberapa waktu lalu. Kekerasan tersebut bisa terjadi hanya karena stereotip berdasarkan ras yang dibebankan kepada penduduk Afro-Amerika.

Inilah alasan Guerra memilih mengadaptasi novel peraih Nobel Sastra 2003 tersebut.

“Awalnya, cerita film ini seperti alegori dari masa lalu dan daerah nun jauh. Namun, selama pembuatan film ini, saya merasa ceritanya mulai terlihat tidak seperti alegori dan—dengan perkembangan dunia belakangan ini—film ini sangat terasa bercerita tentang masa kini,” kata Guerra dalam konferensi pers Venice International Film Festival, September 2019.

Sinematografi apik

Tidak hanya substansi cerita film yang berbobot, Guerra juga menggarap sinematografi Waiting for the Barbarians secara apik. Ia menggandeng tiga aktor A-list Hollywood dari tiga generasi, yakni Mark Rylance, Johnny Depp, dan Robert Pattinson.

Mark Rylance, aktor kawakan dari Inggris peraih Oscar, dengan apik memainkan tokoh protagonis, Sang Hakim. Gerak-gerik, ketidakberdayaan, keberanian, serta pikiran-pikiran humanisme dan bijak dari Sang Hakim yang sudah berumur dapat disampaikan dengan baik.

Sinematografi apik di film Waiting for the Barbarians. Dok. Mola TV Sinematografi apik di film Waiting for the Barbarians.

Misalnya saat ia melihat kekejaman Kolonel Joll, Sang Hakim berani menentang meski tidak berdaya secara politik dan fisik. Ia juga berani melawan Empire yang ia anggap tirani dan lebih barbar dari kaum Barbarians.

Rylance juga dengan baik menerjemahkan sikap empati Sang Hakim saat melihat suku-suku Nomad—atau yang disebut Barbarians oleh Empire—disiksa di balai kota secara keji oleh Kolonel Joll.

Sikap lemah lembut laki-laki tua ini kembali diperagakan saat ia merawat perempuan buta (Gana Bayarsaikhan) yang tak dapat berjalan sempurna akibat siksaan Kolonel Joll.

Bila Sang Hakim digambarkan empati dan bijaksana, berbeda dengan tokoh antagonis Kolonel Joll yang diperankan Johnny Depp. Joll merupakan sosok yang keras, sadis, tak kenal ampun, dan siap melakukan segala cara demi mendapatkan apa yang ia inginkan.

Sosok ini juga diperankan dengan bagus oleh Depp. Dari cara berpakaian, cara berjalan yang kaku ala militer, sorot mata tajam, hingga cara berbicara berhasil ditampilkan Depp untuk menggambarkan sosok Kolonel Joll.

Baca juga: Fakta Menarik dari Killing Eve yang Harus Kamu Tahu

Uniknya, kesan eksentrik di tiap tokoh yang diperankan Depp masih saja terasa. Meski sadis, Kolonel Joll tetap eksentrik dengan kacamata hitam aneh, potongan rambut fade, dan raut wajah kaku.

Penonton pun langsung dapat merasakan kesan tersebut saat Kolonel Joll baru pertama kali muncul di Waiting for the Barbarians. Bahkan, hanya lewat gerak-gerik tipis saja sudah terasa.

Aktor A-list terakhir yang diajak Guerra adalah Robert Pattinson. Ia berperan sebagai Officer Mandel yang merupakan tangan kanan Kolonel Joll. Meski tak semenonjol peran Depp maupun Rylance, Robert dapat menampilkan sosok polisi muda yang licik dan bengis.

Di film Waiting for the Barbarians, Guerra memercayakan urusan sinematografi kepada Chris Menges. Sinematografer satu ini memang bukan sembarangan. Ia berhasil menyabet Oscar di kategori “Best Cinematography” untuk film The Killing Fields dan The Mission.

Tak heran, film berdurasi 102 menit ini akan menyuguhkan beragam adegan menawan yang akan memanjakan penonton, terutama saat Sang Hakim mengantarkan gadis buta yang ia rawat kembali ke sukunya.

Menges juga memberikan sentuhan tone terang, tetapi tetap halus. Hal ini berbeda dengan kebanyakan film berlatar zaman dahulu yang memilih warna yang lebih monokrom.

Masih ada lagi yang menarik di film terbaru Guerra. Semua adegan-adegan di Waiting for the Barbarians diiringi musik latar atau music scoring komposisi Giempiero Ambrosi yang bakal menambah gereget maupun dramatis.

Jadi penasaran kan seperti apa film Waiting for the Barbarians? Tenang, film ini sudah bisa ditonton kok di Indonesia.

Film terbaru Ciro Guerra ini sudah dirilis secara global melalui layanan video on demand, Jumat (7/8/2020). Di Indonesia, film tersebut dapat disaksikan di layanan Mola TV. Kamu bisa menonton lewat aplikasi mobile maupun situs Mola TV.


Terkini Lainnya

Beri Kiss Bye, Xiumin EXO Tampil Funky dan Manis di Saranghaeyo 2024

Beri Kiss Bye, Xiumin EXO Tampil Funky dan Manis di Saranghaeyo 2024

K-Wave
Ketika Lagu Biarlah Disajikan Killing Me Inside Reunion di Hammersonic 2024…

Ketika Lagu Biarlah Disajikan Killing Me Inside Reunion di Hammersonic 2024…

Musik
Sherina Tak Sangka Banyak Penggemar Hadir di Signing Vinyl OST Petualangan Sherina 1 dan Petualangan Sherina 2

Sherina Tak Sangka Banyak Penggemar Hadir di Signing Vinyl OST Petualangan Sherina 1 dan Petualangan Sherina 2

Musik
Saat Chen EXO 'Aegyo' dan Janji kepada Fans Bakal Kembali Manggung di Indonesia

Saat Chen EXO "Aegyo" dan Janji kepada Fans Bakal Kembali Manggung di Indonesia

K-Wave
Jadi Sarana Nostalgia, Sherina Senang OST Petualangan Sherina 1 dan Petualangan Sherina 2 Hadir dalam Bentuk Vinyl

Jadi Sarana Nostalgia, Sherina Senang OST Petualangan Sherina 1 dan Petualangan Sherina 2 Hadir dalam Bentuk Vinyl

Seleb
Sapa Fans Penuh Haru di Panggung Saranghaeyo Indonesia, Chen: I Love You, Guys

Sapa Fans Penuh Haru di Panggung Saranghaeyo Indonesia, Chen: I Love You, Guys

K-Wave
Sinopsis Film Acts of Vengeance, Aksi Balas Dendam Antonio Banderas

Sinopsis Film Acts of Vengeance, Aksi Balas Dendam Antonio Banderas

Film
Penggemar Rela Antre Minta Tanda Tangan Sherina untuk Vinyl Petualangan Sherina 1 & Petualangan Sherina 2

Penggemar Rela Antre Minta Tanda Tangan Sherina untuk Vinyl Petualangan Sherina 1 & Petualangan Sherina 2

Musik
Billy Idol Putuskan Berhenti Jadi Pecandu Narkoba, Sekarang Sadar Sepenuhnya

Billy Idol Putuskan Berhenti Jadi Pecandu Narkoba, Sekarang Sadar Sepenuhnya

Seleb
Sinopsis Suburbicon, Matt Damon yang Berusaha Bongkar Penyebab Kematian Sang Istri

Sinopsis Suburbicon, Matt Damon yang Berusaha Bongkar Penyebab Kematian Sang Istri

Film
Stephanie Poetri, Anak Titi DJ, Umumkan Telah Bertunangan

Stephanie Poetri, Anak Titi DJ, Umumkan Telah Bertunangan

Seleb
Cerita Anwar Fuady Kenal Pertama Kali dengan Wiwiet Tatung

Cerita Anwar Fuady Kenal Pertama Kali dengan Wiwiet Tatung

Seleb
Anwar Fuady Ungkap Alasan Yakin Menikah dengan Wiwiet Tatung

Anwar Fuady Ungkap Alasan Yakin Menikah dengan Wiwiet Tatung

Seleb
Anwar Fuady Sudah Dapat Restu Anak-anak untuk Menikah

Anwar Fuady Sudah Dapat Restu Anak-anak untuk Menikah

Seleb
Anwar Fuady Akan Gelar Lamaran Sebelum Menikah Lagi di Usia 77 Tahun

Anwar Fuady Akan Gelar Lamaran Sebelum Menikah Lagi di Usia 77 Tahun

Seleb
Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com